Thursday, September 13, 2012

Memahami Kemarau Kering 2012


Kemarau kali ini diberitakan cukup kering. Kebakaran hutan dan lahan mudah terjadi karena keringnya rumput dan semak yang mudah terbakar. Danau atau waduk yang menyusut airnya terjadi di berbagai daerah. Diberitakan warga di beberapa daerah mulai kesulitan mendapatkan air. Sebenarnya kemarau kali ini bukanlah kemarau berkepanjangan, seperti sering diberitakan oleh beberapa media, karena saat ini memang masih musim kemarau. Hal yang sering ditanyakan adalah mengapa kemarau kali ini begitu kering dan kapan akan berakhir? Sebab utama kemarau kering adalah berkurangnya curah hujan dan minimnya massa uap air akibat mendinginnya laut di sebagian besar wilayah Indonesia. Sebab lainnya adalah rusaknya lingkungan sehingga cadangan air tanah menjadi berkurang drastis.
a
(Gambar: trmm.gsfc.nasa.gov) 
Data curah hujan dari satelit TRMM menunjukkan di sebagian wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi selama Agustus sampai awal September curah hujan di bawah rata-rata (ditandai dengan warna kuning sampai coklat). Mengapa itu bisi terjadi? Dengan pengetahuan sains atmosfer, mari kita memahami terjadinya kemarau yang kering. Ini berbeda dengan kemarau 2010 yang cenderung basah (Bacahttp://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/07/09/memahami-kemarau-basah-2010/).
Musim kemarau di Indonesia adalah kondisi periodik tahunan yang terjadi ketika matahari berada di belahan utara, yang normalnya terjadi antara Juni – Agustus.  Dengan pemanasan di belahan utara, maka tekanan udara di belahan Utara yang mengalami musim panas  menjadi lebih rendah daripada di belahan Selatan yang mengalami musim dingin. Dengan perbedaan tekanan udara itu, maka udara berpindah dari belahan Selatan ke Utara berupa angin musiman (angin monsun). Namun, arah pergerakan angin tidak lurus dari Selatan ke Utara, karena bumi kita berputar pada porosnya. Efek koriolis akibat rotasi bumi menyebabkan angin di belahan Selatan ekuator bergerak dari arah Tenggara ke Barat Laut. Kemudian setelah melintasi ekuator, angin membelok ke arah Timur Laut. Variasi arah angin di beberapa lokasi di pengaruhi oleh faktor tekanan udara lokal atau efek dinamika udara lokal.
a
Gambar aliran angin pasat dari belahan Selatan bergerak dari arah Tenggara lalu membelok ke arah Timur Laut. Pola angin seperti itu adalah pola normal selama kemarau. Pola-pola pusaran menunjukkan kondisi tekanan udara rendah (Low, L), tekanan udara tinggi (High, H), atau dinamika di wilayah peralihan di sekitar ekuator karena pusaran eddy (E).  Angin dari belahan Selatan tidak terus ke arah ktub Utara. Menjelang lintang menengah ada juga angin pasat yang bergerak dari Timur Laut ke arah Barat Daya. Angin dari belahan Utara ini kemudian berkonvergensi (menyatu)  menyebabkan udara hangat menaik sambil membawa uap air yang membentuk awan konveksi yang menjulang.  Wilayah pertemuan angin dari belahan Selatan yang dingin dengan angin dari belahan Utara yang hangat menyebabkan terjadinya daerah pembentukan awan yang aktif yang dinamakan ITCZ (Intertropical Convergence Zona, Zona Penyatuan Wilayah Tropis) yang sering juga disebut oleh para pelaut sebagai “Doldrums”.
a
a
(Dari http://www.ux1.eiu.edu/~cfjps/1400/circulation.html)
Dari Wikipedia
Dari Wikipedia
ITCZ yang tampak sebagai gugusan awan yang tebal umumnya mengikuti wilayah daratan membentang mengelilingi bumi. Di wilayah ITCZ itu sering terjadi pusat badai tropis. Itu sebabnya sekitar Juli-Agustus merupakan musim badai tropis di sekitar Filipina sampai China.  ITCZ mencapai posisi paling Utara sekitar bulan Juli yang dari segi waktu merupakan puncak musim kemarau. Dengan bergesernya daerah konvergensi ke Utara, maka daerah pembentukan awan di wilayah Indonesia juga berkurang. Inilah yang menyebabkan berkurangnya hujan saat msuim kemarau. Kemudian ITCZ akan kembali bergeser ke Selatan secara perlahan.
Dari http://moklim.dirgantara-lapan.or.id/content/ir1-overlay dengan penambahan gambaran ITCZ
Dari http://moklim.dirgantara-lapan.or.id/content/ir1-overlay dengan penambahan gambaran ITCZ
Sampai awal September ini ITCZ masih berada di Utara wilayah Indonesia. Itu pula sebabnya peluang hujan masih rendah di wilayah Indonesia karena daerah pembentukan awan masih di luar wilayah Indonesia. Efek kekeringan bukan hanya disebabkan bergesernya daerah pembentukan awan secara reguler ke Utara, tetapi yang juga harus diperhatikan adalah massa uap air yang dibangkitkan oleh pemanasan laut di sekitar Indonesia. Ketika laut di wilayah Indonesia relatif lebih dingin dari rata-rata, maka peluang pembentukan uap air pun menjadi minim.
Dari http://www.ncdc.noaa.gov/oa/climate/research/sst/weekly-sst.php
Dari http://www.ncdc.noaa.gov/oa/climate/research/sst/weekly-sst.php
Data  satelit menunjukkan pada akhir Agustus 2012,  suhu permukaan laut di sekitar Indonesia lebih dingin dari rata-rata (ditunjukkan dengan warna hijau sampai biru muda) sehingga pembangkitan uap air di wilayah Selatan Indonesia menjadi sangat minim, di bawah rata-rata. Itu pula yang menyebabkan  kemarau 2012 menjadi kemarau yang kering.
Kapan akan berakhir? Secara normal, September – November adalah masa peralihan ketika matahari mulai bergerak ke Selatan. Itulah musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. ITCZ mulai bergeser ke Selatan. Daerah pembentukan awan mulai kembali memasuki Indonesia yang menandai berakhirnya  musim kemarau. Pada musim pancaroba hujan sesekali turun, walau kadang bersifat lokal. Kemudian secara normal Desember-Februari  akan menjadi musim hujan ketika ITCZ berada di wilayah Indonesia. Namun, bila kondisi suhu permukaan laut di sekitar Indonesia masih relatif dingin di tambah efek El Nino lemah (ditandai dengan suhu permukaan laut di Pasifik yang relatif tinggi, lihat peta anomali suhu permukaan laut di Pasifik yang berwarna merah), maka massa uap air pembentuk awan cenderung berkurang juga. Kalau itu masih terjadi, maka diprakirakan akhir musim kemarau pada umumnya agak tertunda.  Namun, berakhirnya musim kemarau setiap daerah akan dipengaruhi juga oleh kondisi lokal yang terkait dengan faktor-faktor pembentukan awan dan penyebarannya. Jadi, memantau pergeseran ITCZ bisa membantu memprakirakan secara garis besar masuknya musim hujan, walau variasi tiap daerah bisa saja terjadi tergantung kondisi lokalnya.
T. Djamaluddin, Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan, LAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons