Thursday, September 13, 2012

Azan, Antara Tuntunan dan Budaya



Gambar dari: gurbag.blogspot.com
“Sesungguhnya salat itu lebih baik daripada tidur” kira-kira begitulah arti sepenggal kalimat azan subuh. Setiap hari, dalam lima waktu suara azan terdengar dari speaker masjid-masjid.
Proses azan terus bergerak ke arah barat bumi. Perbedaan waktu antara timur dan barat adalah satu jam. Oleh karena itu, setelah azan selesai di Sulawesi, maka azan segera bergema di Jakara disusul Sumatera. Setelah di Indonesia selesai azan kemudian berkumandang di Malaysia. Seterusnya azan mengelilingi dunia dan kembali ke Indonesia dan terus seperti itu.
Dalam sejarahnya, tradisi azan lahir setelah melalui berbagai diskusi panjang antara Rasulullah SAW dengan para sahabat. Mereka mencari-cari benuk yang tepat untuk menandai waktu shalat. Ada yang mengusulkan kepada Nabi supaya dikibarkan bendera saat shalat tiba. Tetapi Nabi tidak tertarik dengan ide ini. Selanjutnya ada yang mengusulkan meniup terompet.
Masalah itu terus bertahan sampai beberapa tahun lamanya. Seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah. “Ya, Rasulullah dalam mimpiku semalam sesungguhnya ada yang menemui aku sambil membawa lonceng. aku bertanya padanya apakah dia hendak menjual lnoceng itu untuk memanggil orang-orang ke tempat salat?” kisah Abdullah bin Zaid.
Orang yang berada dalam mimpi Abdullah bin Zaid lalu mengucapkan “Allahu Akbar… Allahu akbar.. ” sampai akhir azan. Rasulullah membenarkan mimpi itu, maka kalimat yang ada dalam mimpi Abdullah bin Zaid itu menjadi sarana untuk menandai waktu salat. Bilal menjadi orang pertama yang mengumandangkannya.
Yang Mana Tuntunan, Yang Mana Budaya
“Dilihat dari semantiknya azan jelas tuntunan. Kalau bicara lagam azan, baru itu produk budaya. Karena pada kenyataannya azan di setiap tempat itu berbeda,” ujar Ahmad Fuad pengamat budaya dari UIN (Universitas Islam Negri)Bandung, Senin (10/9). “Hanya dengan perkembangan media ada yang disebut hegemoni (penyamaan), jadi karena efek media tersebut bahkan azan di Tasik dan di Saudi bisa sama.”
Pernah mendengar azan pitu? Tradisi azan ini sangat unik karena dilakukan oleh tujuh orang muslim secara bersamaan. Azan pitu hanya ada di sebuah masjid yang terletak di sebelah barat alun-alun Keraton Kesepuhan Cirebon, Masjid Sang Cipta Rasa.
Tradisi ini telah berlangsung selama lima ratus tahun! Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi muazin azan pitu. Namun, sebagian besar muazin merupakan keturunan dari muazin azan pitu sebelumnya.
“Itu jelas adalah produk budaya. hanya jika kita berbicara soal azan pitu, kita harus tahu dulu bagaimana sejarah azan pitu, siapa yang mengajarkannya, apa maknanya,” ujar Ahmad.
Literatur mengenai sejarah perkembangan azan memang sulit ditemukan. Kebanyakan buku-buku yang ada cenderung membahas tentang sejarah penyebaran agama Islam dan Kerajaan Islam di Indonesia. Padahal perjalanan azan di Indonesia sangat menarik untuk dikaji. Wallahu A’lam Bishawab[Tr]

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons