Friday, November 30, 2012

Pemimpin Baru KM3

"Serah terima kunci kencleng"
Alhamdulillah, masa kepengurusan KM3 yang dipimpin oleh Ridwan 09 sudah berakhir. Majelin Permusyawaratan Anggota KM3 tanggal 24 dan 29 November 2012 memutuskan Zaini untuk meneruskan kepemimpinan KM3 2012-2013

Semoga KM3 bisa menjadi jauh lebih baik dari kepengurusan sebelumnya. Aamiin

Tuesday, November 6, 2012

Rihlah


WANTED !!!

Mentari bernyala di hati
Sinarnya terangi sucinya hati
Tetapi raganya tak bisa temani
Terbenam di sore hari

Datanglah sang bulan
Temani indahnya bintang
Tetaplah sinari sang alam
Untuk Ridho-Nya semata

Wednesday, October 24, 2012


Friday, October 19, 2012

Marketer pun Tertipu Promo




Seorang marketer yang sangat pintar meninggal dunia. Pada saat pengadilan akhirat dimulai, ia pun akan dilihat seberapa banyak pahala dan dosanya di dunia. Setelah ditimbang, ternyata dosa dan pahalnya seimbang. Lalu terjadilah percakapan antara malaikat dan marketer itu.

"Wahai malaikat, saya tak mau begitu saja masuk surga atau neraka sebelum saya mencoba melihatnya terlebih dahulu. Saya tak ingin seperti membeli kucing dalam karung," ucap si Marketer.

"Oh, jadi kau seorang marketer andal. Baiklah, akan aku kabulkan permintaanmu, sebelum kau memutuskan mau masuk ke mana. Jadi kau mau melihat apa ?" tanya Malaikat.

"Karena kita sudah di depan surga, maka aku mau melihat isi surga," jawab si Marketer dengan lantang.

Lalu mereka berdua pun masuk menuju surga,, tempat paling indah, pilihan pertama si Marketer. Si Marketerpun terkesima dengan isi surga yang sangat indah, ada sungai jernih yang mengalir, pepohonan dan buah-buahan segar, serta suasana yang tenang dan sejuk.

"Jadi kau mau pilih surga ? Kau pasti akan menyukai tinggal disini," saran si Malaikat.

"Sesuai dengan perjanjian kita tadi, aku mau melihat setiap sisi surga dan neraka sebelum aku memilih."

Kemudian mereka berdua berjalan menuju neraka. Si Marketer semakin terkesima melihat suasana riuh neraka yang sepertinya menyenangkan si Marketer. Saat itu ada pesta, banyak wanita seksi yang berjoget bersama banyak pria, makanan lezat, dan musik yang asik untuk berjoget.

Akhirnya, si Marketer pun memilih untuk masuk neraka, karena ia sangat ingin berpesta bersama para wanita cantik itu. Setelah serah terima antara malaikat dan iblis, maka si Marketer pun masuk ke neraka. Ia pun menerima cambukan, deraan, siksaan. Ia juga dirantai dan dibakar dengan api neraka. Ia pun protes kepada si Iblis mengenai apa yang ia dapatkan.

"Hei, Iblis ! Mana pesta seperti yang kau tunjukkan waktu aku melihat neraka ? Mana wanita-wanita cantiknya ?" tanya si Marketer dengan marah.

"Oh, yang itu ? Itu hanya promosi, iklan, dan event yang juga dikerjakan oleh tim marketer yang lain supaya kau masuk ke sini," jawab si Iblis dengan terseyum simpul.
Cerita 47 Marketeers Oktober 2012

Tuesday, October 9, 2012

Antara Rokok dengan Kurban


Gambar dari: scienceclarified.com

Oleh: Imamal Muttaqienpegiat unit literasi Aksara Salman ITB

Sebenarnya tulisan ini nyambung-nyambung tulisannya Bung Darwis Tere Liye. Ia mengatakan aneh jika ada orang yang menghabiskan pulsa lebih dari 100 rupiah per bulan tapi tidak bisa berkurban.
Saya memakai metode analisis yang sama, begitupun dengan semua argumen yang ada. Marilah kita bandingkan antara kurban dengan rokok. Dan rasanya jauh lebih aneh dengan hal ini, yaitu orang mampu merokok lebih dari satu bungkus sehari, tetapi tidak pernah berkurban dengan alasan tidak mampu.

Alasan saya memilih menghubungkan dengan rokok karena saya melihat banyak sekali orang merokok. Bukan hanya golongan menengah ke atas saja seperti yang ada di catatan Bung Darwis. (Sebenarnya banyak hal lain yang dipaksakan sebagai kebutuhan pokok kan?). Akhirnya, saya googling ke sana ke mari untuk mencari anggaran belanja rokok penduduk Indonesia. Hasilnya, saya memperoleh angka yang cukup fantastis yaitu 100 triliyun pada tahun 2011.

Bayangkan. Seratus triliyun yang kurang lebih 1/16 APBN Indonesia dan diperkirakan tahun ini akan naik kira-kira 10 persen dihabiskan untuk rokok. Saya jadi berpikir, pantas saja semua acara bola yang ada di Indonesia disponsori oleh perusahaan rokok. Konser-konser musik juga oleh rokok, dan masih banyak yang lain. Iklan rokok yang tayangnya pukul 10 malam ke atas saja keren-keren. Durasinya selalu panjang.
Harga kambing yang sudah memenuhi syarat untuk dikurbankan kira-kira hanya 1,25 juta untuk tahun ini. Andai saja konsumsi rokoknya dikurangi 10% saja digunakan untuk kurban, coba hitung jumlah kambing yang bisa dikurbankan tiap tahun oleh penduduk Indonesia? Tentu dengan kalkulator kita akan mudah menemukan jawabannya. Angka 10% ini saya ambil dengan asumsi kasar saja, hanya golongan yang mampu merokok lebih dari 1 bungkus saja dalam sehari dan muslim (penduduk muslim Indonesia lebih dari 80% dan anggap saja sebaran perokoknya merata).

Bisa kita bayangkan dampak sosial ekonomi dari 10% ini kan? Saya cukup yakin jika berkurban ini sudah menjadi prioritas (selain zakat), maka rasa-rasanya Indonesia ini bakalan lebih kuat secara ekonomi dan pangan, bakalan bisa lebih mandiri. Saya ingat sekali waktu masih bersekolah di SMA Semesta Semarang (salah satu sekolah yang bekerjasama dengan Yayasan Pasiad Turki). Kesadaran muslim Turki sudah jauh lebih baik dari kita soal berkurban, sehingga sekolah saya waktu itu menerima impor daging kurban orang Turki. Terlalu banyak daging kambing hasil kurban orang Turki, maka saya menjadi eneg dengan bau daging kambing, haha.

Saya di sini tidak sedang berbicara mengenai halal haram rokok atau bahaya kesehatan dari rokok. Kedua hal itu bukan bidang poin saya menulis ini. Jelaslah jika kita berkurban dengan ikhlas, maka balasan di akhirat akan jauh-jauh lebih besar daripada 10% uang rokok yang dihabiskan oleh masing-masing orang tersebut? Toh, hanya 10% yang tentu tidak akan begitu merugikan petani tembakau dan segala hal yang berkaitan dengan pabrik rokok, iya kan?
Anyway, selamat berkurban.

Monday, September 17, 2012

Mendiagnosa Nobel


Karena tadi malam tidak sholat tahajjud, Jabil berencana sholat subuh berjamaah, tentu untuk mencari ganjaran pengganti. Jabil belakangan ini semangat beribadah, bisa jadi karena dikirimi sarung putih 100% katun dari ibundanya tercinta. Jabil sadar bahwa sarung itu hasil kerja keras ibunya yang bekerja menjual daun pisang klutuk. Warna putih sarung menggambarkan keinginan ibunya agar Jabil jadi anak yang berbakti kepada Tuhannya dan orang tuanya. Sholatnya kali ini ingin di tempat lain, bukan di Mushola Al Iman melainkan Masjid At Taqwa.
Hanacaraka, Masjid At Taqwa itu adalah masjid pertama yang dibangun di kota. Dibangun dengan gotong-royong para penduduk dan ‘ulama yang amat dekat dengan masyarakat saat itu, Kiai Syarif. Tidak seperti masjid-masjid zaman ini yang dananya bersumber dari “meletakkan tangan di bawah”, haqqul yakin, semua dari masyarakat dan niatnya untuk sodaqoh jariyah. Selain itu, ada yang spesial di  halaman masjid, sebuah Pohon Kurma ! Sungguh aneh. Pohon itu bijinya diambil dari kurma saat Kiai Syarif berhaji. Sepertinya masalah habitat yang tidak tepat bukan halangan Allah men-kun fayakun-kan pohon itu tumbuh pesat dan berbuah lebat, layaknya di Arab saja.
Jabil tidak berangkat sendirian, ada Jadidi di sampingnya. Walaupun agak jauh dan mata belum terbuka sepenuhnya , masjid itu amat membuat Jabil rindu untuk kembali, imamnya pengertian, lama sholatnya sedang, tak cepat, tak juga lambat, suaranya merdu, fashohahnya mantap, makhrojnya sempurna, tak lupa,bau misknya menyebar radius 1 km, mirip Muammar, qori’ kondang itu.
Siang harinya, di kampus, Jabil membuka e-mail dan ada 1 surat yang tak biasa. Dari maillist langganannya. Potongan isi suratnya begini, “…sebagai pemuda penerus bangsa, apalagi notabene kita berwawasan sains yang tinggi, hendaklah kita berbakti kepada Negara, semua menurut bidang yang kita geluti, bagi yang berkuliah di bidang sains dan terapan , mari meneliti dan persembahkan medali Nobel untuk negeri !” Terngiang terus isi surat tadi, Jabil perlahan mengamini statement itu. Dan Jabil tahu akan membuat alat apa, dispenser tanpa galon ! seperti yang dikatakan Kang Jenang dulu, yang diceritakan oleh Jadidi saat ia bertanya tentang Ghozzah. Barangkali saja ia bisa menang nobel kemanusiaan, membantu orang-orang Ethiopia mendapat air bersih pikirnya. Nanti setelah sholat subuh besok, rencananya Jabil akan mampir ke rumah Kang Jenang, sang sumber ide.
Jalannya 68.400 detik lebih sedikit telah berlalu. Ternyata saat keluar dari Masjid Taqwa, Jabil dan Jadidi dihampiri Kang Jenang dari belakang, rupanya ia baru saja pulang dari Pare-pare, habis menguji tesis mahasiswa S2. Ia bukan dosen, tapi sering diajak temannya yang dosen untuk turut menguji tesis, ya karena memang Kang Jenang orangnya kritis.  “Kang, kami mampir ya ke rumah Kang Jenang”, kata Jabil. “Lho, mau apa Bil?”, Kang Jenang heran. Jabil tak menjawab, hanya prangas-pringis sendiri, Jadidi manut saja.
Di rumah, Kang Jenang diceritai Jabil apa yang dialaminya. Lalu, Jabil berkata -dengan mengambil pose Chairil Anwar - “Nobel Kang ! Beri aku restumu !” Jadidi santai saja, lebih fokus ke makanan di depannya.
“Indonesia akan bangga padamu, begitukah ?”
“Iya Kang.”
“Indonesia akan bisa berjalan tegak di hadapan negara lain tanpa menunduk seperti biasanya ha?”
“Benar sekali Kang.”
“TKI di luar negeri akan berjingkrak, tak malu lagi dengan KTP mereka ?”
“Otomatis !”
“Bodoh !”
“Lho, kenapa Kang ?” Tanya besar dalam hati Jabil.
“Kau taruh dimana akal sehatmu Bil ? Kau titipkan di penjual es dawetkah ?”
“Maksud Kang Jenang ?”
“Pasti dalam niat belajar kau ingin pintar ya ? Itulah kesalahan yang sering diperbuat orang. Kenapa niatmu bukan untuk menghilangkan kebodohan. Inilah hasilnya, kebodohanmu tetap ada walau dirimu bertambah pintar”, kata Kang Jenang. “Nobel, lupakan saja !”, lanjut Kang Jenang lagi. Jabil ingin berontak tapi tak bisa, ada  sesuatu yang menghalangiya.
“Tahu apa kau tentang Nobel ? Katanya, katanya, dan katanya, itulah yang kau tahu tentang Nobel.”
Yaa ayyuhalladziina aa manuu laa ta' kulurribaaa adh 'aa fammudhoo'afah , janganlah kamu memakan riba !”  Kang Jenang meminum wedang rondenya dan berkata lagi dengan nada halus, “Bil, hadiah nobel itu bersumber dari bunga bank tabungan Nobel -nama orang-, hadiah itu diberikan kepada orang-orang yang katanya berjasa di bidangnya, lagipula, ajang itu nantinya mendorongmu untuk sombong, gaya, pecicilan, walau niat awalmu mulia.”
“Dan rasanya kau sudah tahu kalau riba terkecil saja sama dengan menggauli ibu kandung sendiri, mau kau menabung dosa sebesar itu ?”
“Jadi ku ulangi, Indonesia akan bangga padamu, begitukah ?”
Diam.
“Indonesia akan bisa berjalan tegak di hadapan negara lain tanpa menunduk seperti biasanya ha?”
Diam.
“TKI di luar negeri akan berjingkrak, tak malu lagi dengan KTP mereka ?”
Diam sediam-diamnya.
“Jadi lebih baik kau ciptakan alat yang memang mudah dan bermanfaat bagi masyarakat, penghargan dari masyarakat tentunya lebih jujur dan apa adanya meski tak ada SK dari bupati. Bantu nelayan kecil, ciptakan dinamo berbahan bakar minyak ikan, besarkan nilai efisiensinya, nanti juga kau akan digelari insinyur oleh masyarakat meski kau tidak kuliah. Atau tetap ciptakan dispenser tanpa galon itu, meski Singapura sudah mendahuluimu...”
“...............”
“Jadi alhamdulillah juga ya orang Indonesia belum ada yang dapat nobel”, Jadidi yang dari tadi diam sekarang nyeletuk.
Gara-gara Jadidi, semua tertawa. “Ya Allah, jadikan kedua anak ini berbakti kepadaMu, kepada gurunya, dan kepada orang tuanya”, ucap Kang Jenang sambil mengusap kepala keduanya.
Dari jauh, ibu Jabil tiba-tiba merasa tentram, telinganya berdenging sesaat.


OBROLAN MII 1430 H

Diambil dari kumpulan karya Muhammad Anis Al-Hilmi

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons