Showing posts with label Tafsir Hadits. Show all posts
Showing posts with label Tafsir Hadits. Show all posts

Thursday, May 10, 2012

Shalatlah Seperti Shalatnya Orang Yang Hendak Berpisah Dengan Dunia

Shalatlah Seperti Shalatnya Orang Yang Hendak Berpisah Dengan Dunia

Hadits
Dari Abu Ayub Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ قَالَ إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعْ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
“Seorang laki-laki menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Ya Rasulullah. Berilah aku nasehat yang ringkas.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau Engkau mengerjakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak meninggalkan (dunia). Jangan berbicara dengan satu kalimat yang esok hari kamu akan meminta udzur karena ucapan itu. Dan perbanyaklah rasa putus asa terhadap apa yang ditangan orang lain.”
(Hasan. Dikeluarkan oleh Ahmad (5/412), Ibnu Majah(4171), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (1/462) Al Mizzi (19/347) dan Lihat Ash Shahihah (401))

Penjelasan Hadits
Alangkah indahnya ketiga wasiat ini. Apabila dijalankan oleh seorang hamba, maka sempurnalah semua urusan dan tentu dia akan berhasil.

Wasiat pertama, menganjurkan untuk menyempurnakan shalat dan berijtihad agar mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. Hal itu dengan menghisab diri terhadap semua shalat yang dikerjakan serta menyempurnakan semua kewajiban, fardhu ataupun sunnah-sunnah yang ada di dalam shalat. Hendaknya juga bersungguh sungguh merealisasikan tingkatan ihsan yang merupakan derajat tertinggi, dengan kehadiran yang betul-betul sempurna di hadapan Rabbnya. Yakni bahwa dia sedang berbicara lirih dengan Rabbnya melalui apa yang dibacanya, yakni doa ataupun dzikir-dzikir lainnya. Tunduk kepada Rabbnya dalam setiap posisi; berdiri, ruku’, sujud, turun maupun naik (dari ruku’ atau sujud serta akan berdiri).

Tujuan yang mulia ini didukung pula dengan kesiapan jiwa tanpa ragu dan rasa malas di hatinya. Bahkan, hatinya senantiasa hadir dalam setiap shalat, seakan-akan itu adalah shalat orang yang akan berpisah (mau meninggal dunia) atau seolah-olah tidak akan shalat lagi sesudah itu (karena wafat).

Sudah dimaklumi bahwa orang yang akan meninggal dunia akan berusaha dengan sunguh-sunguh mencurahkan segenap daya upayanya, bahkan selalu dalam keadaan mengingat pengertian-pengertian dan sebab yang kuat, sehingga mudahlah semua urusannya, lalu itu menjadi kebiasaannya.

Shalat dengan cara seperti itu akan mencegah pelakunya dari semua akhlak yang rendah dan mendorongnya berhias dengan akhlak yang menarik, karena hal itu akan memberi pengaruh dalam jiwanya, yaitu bertambahnya iman, cahaya, dan kegembiraan hati, serta kecintaan yang sempurna terhadap kebaikan.

Wasiat kedua, menganjurkan untuk menjaga lisan dan senantiasa mengawasinya karena menjaga lisanlah kendali semua urusan seseorang. Jika seseorang mampu menguasai lisannya, niscaya dia dapat menguasai seluruh anggota tubuhnya yang lain. Tetapi jika justru dirinya dikuasai oleh lisannya dan tidak menjaganya dari perkataan yang mengandung mudarat, maka urusannya akan sia-sia, baik agama maupun dunianya. Maka janganlah berbicara sepatah katapun melainkan harus diketahui apa manfaatnya bagi agama atau dunia. Semua pembicaraan yang di dalamnya ada kemungkinan mendapat kritik atau bantahan, hendaknya ditinggalkan, karena kalau dia berbicara maka dikuasai oleh ucapan tersebut, sehingga ia akan menjadi tawanannya. Bahkan, sering kali menimbulkan mudarat yang tidak mungkin dihindari.

Wasiat ketiga, menyiapkan diri bergantung hanya kepada Allah semata dalam semua urusan kehidupan dunia dan akhirat. Tidak meminta kecuali kepada Allah dan tidak bersikap tamak kecuali terhadap karunia-Nya. Juga menyiapkan diri untuk berputus asa terhadap apa yang ada di tangan manusia. Demikian itu karena ‘putus asa’ adalah penjaga. Siapa yang berputus asa dari sesuatu, dia akan measa tidak membutuhkannya. Sebagaimana dia tidak meminta dengan lisannya kecuali hanya kepada Allah maka hatinya pun tidak bergantung kecuali kepada Allah.

Oleh sebab itu, tetaplah menjadi seorang hamba sejati bagi Allah, selamat atau bebas dari pengabdian kepada sesama makhluk. Sungguh, dia telah memilih kebebasan dari perbudakan mereka dan dengan itu pula dia telah memperoleh kedudukan yang tinggi dan mulia.

Sesungguhnya bergantung kepada sesama makhluk menimbulkan kehinaan dan jatuhnya harga diri dan kedudukan seseorang sesuai dengan tingkat ketergantungannya kepada mereka.
Wallahu a’lam.
***
muslimah.or.id
Dikutip dari Buku Mutiara Hikmah Penyejuk Hati, Syarah 99 Hadits Pilihan
Terjemah dari Kitab Bahjatul Qulubil Abrar Qurratul Uyunil Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhbar karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di

Hidup Sehat dengan Mengamalkan Sunnah

Amalkan sunnah maka hidup sehat menanti Anda, benarkah? Tidak diragukan, Islam adalah agama yang mengajarkan hidup sehat. Jika selama ini ada slogan yang terkenal “pencegahan lebih baik dari pengobatan,”  ternyata sejak empat belas abad yang lalu aplikasi dari slogan itu telah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tanamkan kepada para shahabatnya. Mari perhatikan hal-hal berikut:

a)  Menjaga kebersihan dan kesucian:
{ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ} [المدثر: 4]
Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Al Mudatstsir: 4).

Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata:
{ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ } أي: اغسلها بالماء.
“Maksud “Dan pakaianmu bersihkanlah” adalah basuhlah dengan air.”

Ibnu Zaid rahimahullah berkata:
كان المشركون لا يتطهرون، فأمره الله أن يتطهر، وأن يطهر ثيابه.
“Dahulu orang-orang musyrik kebiasaan mereka tidak bersuci, maka Allah memerintahkan agar bersuci dan membersihkan pakaiannya.” (Lihat tafsir Al Quran Al Azhim).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah: “Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir, ayat ini mencakup seluruh perkara itu bersamaan dengan kesucian hati.” Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim di dalam ayat ini.

عَنْ أبي مالِكٍ الأشْعَريِّ – رضي الله عنه – قالَ :قالَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – : (( الطُّهورُ شَطْرُ الإيمانِ ،)). رواه مسلم
“Abu Malik Al Asy‘ary radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bersuci adalah setengah dari keimanan” HR. Muslim

Ibnu Al Atsir rahimahullah berkata,
لأنَّ الإيمانَ يُطهِّر نجاسةَ الباطن والطَّهورَ يُطهِّر نجاسة الظاهر
“Karena keimanan membersihkan kotorannya batin dan bersuci dengan air membersihkan kotoran lahir.” (Lihat kitab An Nihayah Fi Gharib Al Hadits).

عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: طهروا هذه الأجساد طهركم الله فإنه ليس عبد يبيت طاهرا إلا بات معه ملك في شعاره لا ينقلب ساعة من الليل إلا قال : اللهم اغفر لعبدك فإنه بات طاهرا.
“Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bersihkanlah jasad-jasad ini semoga Allah membersihkan kalian, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba bermalam suatau malam dalam keadaan suci melainkan seorang malaikat akan bermalam bersamanya di dalam selimutnya, tidaklah dia bergerak pada suatu waktu dari malam melainkan malaikat itu berdoa: “Wahai Allah, ampunilah untuk hamba-Mu sesungguhnya dia tidur malam dalam keadaan suci.” (HR. Ath Thabrani dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab shahih Al Jami’, no. 3936).

b) Mandi
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال « حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَغْتَسِلَ فِى كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ يَوْمًا يَغْسِلُ فِيهِ رَأْسَهُ وَجَسَدَهُ»
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wajib bagi setiap muslim untuk mandi di setiap tujuh hari, sehari dia membasuh kepada dan badannya di dalamnya.” (HR. Ibnu Hibban dan Bukhari).
Maksud hadits adalah: suatu kelaziman dan keharusan bagi setiap muslim minimal dalam seminggu dia harus mandi membersihkan kotoran di tubuhnya dan kepalanya, dan yang dimaksud sehari disini adalah hari Jumat sebagaimana dalam beberapa riwayat seperti riwayat Imam Ahmad dan Ath Thahawy.

c) Menghilangkan kotoran, bakteri dan kuman dengan memotong kuku, menghabiskan bulu ketiak, bulu kemaluan, berkhitan, menipiskan kumis
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ – الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ»
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Fitrah ada lima atau lima perkara dari fitrah; berkhitan, menghabiskan bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan menipiskan kumis.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Makna fitrah di dalam hadits adalah: asli penciptaan, agama, dan sunnah (syariat Islam).
Imam An Nawawi rahimahullah berkata,
. قَالَ النَّوَوِيّ وَتَفْسِير الْفِطْرَة هَاهُنَا بِالسُّنَّةِ هُوَ الصَّوَاب؛ لأنَّهُ وَرَدَ فِي رِوَايَة مِنْ السُّنَّة قَصُّ الشَّارِب وَنَتْف الإبِط وَتَقْلِيم الأظْفَار، وَأَصَحُّ مَا فُسِّرَ بِهِ غَرِيب الْحَدِيث تَفْسِيره بِمَا جَاءَ فِي رِوَايَة أُخْرَى اِنْتَهَى.
“Tafsiran Al Fithrah dengan makna As Sunnah adalah pendapat yang benar, karena diriwayatkan dari sunnah bahwa menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak atau memotong kuku-kuku, dan tafsiran yang paling benar di dalam menfsirkan kata-kata yang sing di dalam hadits adalah dengan riwayat lain.” Lihat kitab Hasyiyah As Suyuthi atas kitab Sunan An Nasai.

Maksudnya adalah siapa yang mengerjakan 5 hal ini maka dia dia atas keaslian yang Allah ciptakan atasnya dan perintahkan kepadanya, berkata As Suyuthi rahimahullah:
وَقَالَ أَبُو شَامَة أَصْل الْفِطْرَة الْخِلْقَة الْمُبْتَدَأَة ، وَالْمُرَاد بِهَا هُنَا أَنَّ هَذِهِ الأشْيَاء إِذَا فُعِلَتْ اِتَّصَفَ فَاعِلُهَا بِالْفِطْرَةِ الَّتِي فَطَرَ الله الْعِبَاد عَلَيْهَا وَحَثَّهُمْ عَلَيْهَا وَاسْتَحَبَّهَا لَهُمْ لِيَكُونُوا عَلَى أَكْمَل الصِّفَات وَأَشْرَفهَا صُورَة
“Berkata Abu Syamah: asal kata fithrah adalah ciptaan yang asal, dan maksudnya di dalam hadits ini adalah bahwa perkara ini jika dilakukan maka pelakunya telah bersifat fitrah yang Allah fithrahkan kepada hamba-hamba-Nya, dan perintahkan serta anjurkan untuk itu kepada mereka agar mereka berada dalam sifat yang sempurna dan rupa yang paling mulia.” Lihat kitab Hasyiyah As Suyuthi atas kitab Sunan An Nasai.

d) Mencuci tangan terutama setelah bangun tidur
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ».
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka janganlah dia mencelupkan tangannya ke bejana sampai dia membasuhnya tiga kali, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui dimanakah tangannya bermalam.” (HR. Muslim).

e) Pola dan tata cara makan
Perut sumber penyakit:
الْمِقْدَامَ بْنَ مَعْدِيكَرِبَ رضي الله عنه يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ «مَا مَلأَ آدَمِىٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ الآدَمِىِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ غَلَبَتِ الآدَمِىَّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ». ابن ماجه
“Al Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang manusia mengisi sebuah tempat yang lebih buruk daripada perut, cukuplah bagi seorang manusia beberapa suapan yang menegakkan punggungngya, dan jika hawa nafsunya mengalahkan manusia, maka 1/3 untuk makan dan 1/3 untuk minum dan 1/3 untuk bernafas.” HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2265.

Membagi minuman atau Bernafas ketika minum
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ كَانَ رَسُولُ الله -صلى الله عليه وسلم- يَتَنَفَّسُ فِى الشَّرَابِ ثَلاَثًا وَيَقُولُ « إِنَّهُ أَرْوَى وَأَبْرَأُ وَأَمْرَأُ»
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bernafas ketika minum sebanyak tiga kali, beliau bersabda: “Sesungguhnya ini lebih Arwa (menghilangkan haus), Abra (melepaskan penyakit) , Amra”  (HR. Bukhari dan Muslim).

Bernafas ketika minum artinya adalah: ketika minum beliau bernafas, kemudian minum lagi kemudian bernafas kemudian minum lagi dan bernafasnya dilakukan diluar tempat minumnya.
Makna Arwa, Abra, Amra:

Berkata Al Mubarakfury rahimahullah:
قَالَ النَّوَوِيُّ مَعْنَى أَبْرَأُ أَيْ أَبْرَأُ مِنْ أَلَمِ الْعَطَشِ وَقِيلَ أَبْرَأُ أَيْ أَسْلَمَ مِنْ مَرَضٍ أَوْ أَذًى يَحْصُلُ بِسَبَبِ الشُّرْبِ فِي نَفْسٍ وَاحِدٍ انْتَهَى
وَقَالَ الْحَافِظُ فِي الْفَتْحِ أَبْرَأُ بِالْهَمْزِ مِنَ الْبَرَاءَةِ أو من البرء أي يبرىء مِنَ الْأَذَى وَالْعَطَشِ وَوَقَعَ فِي رِوَايَةِ أَبِي دَاوُدَ أَهْنَأُ بَدَلَ قَوْلِهِ أَرْوَى مِنَ الْهَنَأِ
قال والمعنى أنه يصير هنيا مريا بريا أَيْ سَالِمًا أَوْ مَبْرِيًّا مِنْ مَرَضٍ أَوْ عَطَشٍ وَيُؤْخَذُ مِنْ ذَلِكَ أَنَّهُ أَقْمَعُ لِلْعَطَشِ وَأَقْوَى عَلَى الْهَضْمِ وَأَقَلُّ أَثَرًا فِي ضَعْفِ الأعْضَاءِ وَبَرْدِ الْمَعِدَةِ.انْتَهَى كَلامُ الْحَافِظِ .
“An Nawawi berkata: “Makna Abra adalah lebih cepat sembuh dari penyakit bersin dan di katakana pendapat lain makna Abra adalah lebih selamat dari penyakit apapun atau gangguan apapun yang terjadi akibat minum dalam satu kali nafas.”

Al Hafizh di dalam kitab Al Fath berkata: “Abra dengan huruf hamzah di depannya berasal dari terlepas dari penyakit, pilek dan terdapat di dalam riwayat Abu Daud Ahnaa sebagai pengganti dari Arwa, yang berarti kenyamanan,”

Beliau juga berkata: “dan maknanya dia menjadi selamat atau terlepas dari penyakit atau pilek dan diambilkan dari itu bahwa dia kebih menghilangkan bersin dan lebih kuat untuk pencernaan dan lebih sedikit memberi pengaruh pada kelemahan anggota tubuh dan dinginnya lambung.” (Lihat kitab Tuhfat Al Ahwadzi).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ وابن عباس- رضى الله عنهم – نَهَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُشْرَبَ مِنْ فِى السِّقَاءِ.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shalallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk minum dari mulut teko.” (HR. Bukhari).

Ditakutkan dari minum dengan cara seperti ini ada sebuah kotoran atau binatang yang keluar dari mulut teko tersebut tanpa diketahui sebelumnya, apalagi jika tekonya berwarna gelap atau tidak bisa dilihat apa yang ada di dalam teko tersebut.

Ayyub rahimahullah berkata:
فَأُنْبِئْتُ أَنَّ رَجُلاً شَرِبَ مِنْ فِى السِّقَاءِ فَخَرَجَتْ حَيَّةٌ.
Aku pernah diceritakan bahwa seseorang minum dari mulut teko lalu yang keluar adalah ular.” (HR. Ahmad).

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ النَّفْخِ فِى الشُّرْبِ. فَقَالَ رَجُلٌ الْقَذَاةُ أَرَاهَا فِى الإِنَاءِ قَالَ «أَهْرِقْهَا». قَالَ فَإِنِّى لاَ أَرْوَى مِنْ نَفَسٍ وَاحِدٍ قَالَ « فَأَبِنِ الْقَدَحَ إِذًا عَنْ فِيكَ».
Abu Said Al Khudry radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk meniup di dalam minuman, maka seseorang berkata: “Ada kotoran yang aku lihat di dalam tempat minuman?”, beliau bersabda: “Tumpahkanlah dia”. Lalu lelaki itu berkata lagi: “Sesungguhnya aku tidak puas minum jika tidak dari satu nafas?”, beliau bersabda:“Kalau begitu, jauhkanlah teko dari mulutmu,”(HR. Tirmidzi).

Di dalam kitab Zaad Al Ma’ad karya Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah banyak sekali disebut gaya makan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti:
  • minum madu yang sudah dicampur dengan air dingin
  • makan manisan dicampur dengan madu
  • menyukai daging unta, kambing, ayam, keledai liar, kelinci, sea food.
  • menyukai daging bakar
  • mencampur antara ruthab (kurma matang yang segar) dengan tamr (kurma kering)
  • makan kurma dengan roti
  • minum susu murni atau yang sudah dicampur
  • makan semangka dicampur dengan kurma ruthab
  • makan roti dicampur dengan cuka
  • dan lain-lainnya.
f) Menyikat gigi dan membersihkan mulut
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ».
“Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siwak membesihkan mulut dan mendatangkan keridhaan untuk Rabb.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, 3695).

عَنْ أَبَي هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ «لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ كل صلاة بوضوء ومع كل وضوء بِسِّوَاكِ»
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jikalau aku tidak memberatkan atas umatkau maka aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat dengan wudhu dan setiap kali wudhu.” (HR Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 200).

g) Menutup tempat makanan dan minuman yang terisi
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ الله رضي الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « غَطُّوا الإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ فَإِنَّ فِى السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ لاَ يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ إِلاَّ نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ ».
“Jabir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tutuplah tempat-tempat makanan, tempat-tempat minuman karena sesungguhnya di dalam setahun ada sebuah malam yang turun di dalamnya wabah penyakit tidak dia melewati sebuah tempat makanan atau minuman yang tidak tertutup, atau tidak ada penghalang di atasnya melainkan turun di dalamnya dari wabah penyakit tersebut.” (HR. Muslim).

h) Menjaga kebersihan lingkungan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «اتَّقُوا اللاَّعِنَيْنِ» قَالُوا وَمَا اللاَّعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ «الَّذِى يَتَخَلَّى فِى طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ»
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah  dua perkara yang mendatangkan laknat”, para shahabat radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Apakah dua perkara yang mendatangkan laknat, wahai Rasulullah?”, beliau bersabda:“Yang buang hajat di jalan manusia atau di tempat berteduh mereka.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2348).

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ».
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian sekali-kali pernah kencing di air yang menggenang kemudian dia mandi darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

عن سعد رضي الله عنه يقول قال رسول االله صلى الله عليه وسلم (طهروا أفنيتكم فإن اليهود لا تطهر أفنيتها)
“Dari Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bersihkanlah pekarangan kalian karena sesungguhnya kaum yahudi tidak membersihkan pekarangan mereka.” (HR. Ath Tahbarani dan dihasankan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 3935).

Kawan pembaca … Amalkan sunnah maka hidup sehat menanti Anda, dengan kehendak Allah Ta’ala.
*) Ditulis Sabtu, 5 Rabi’ul Awwal 1433H Dammam KSA.

Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
Artikel Muslim.Or.Id

Friday, April 6, 2012

Kemuliaan Abu Bakr Ash Shiddiq

Imam Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam Kitab Fadha’il ash-Shahabah [Fath al-Bari Juz 7 hal. 15] dengan judul ‘Bab; Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tutuplah pintu-pintu -di dinding masjid- kecuali pintu Abu Bakar.” Di dalamnya beliau menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu. Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak penuturan Imam Bukhari tersebut.

Imam Bukhari berkata:
Abdullah bin Muhammad menuturkan kepada kami. [Dia berkata]: Abu ‘Amir menuturkan kepada kami. Dia berkata: Fulaih menuturkan kepada kami. Dia berkata: Salim Abu Nazhar menuturkan kepadaku dari Busr bin Sa’id dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada orang-orang (para sahabat). Beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah memberikan tawaran kepada seorang hamba; antara dunia dengan apa yang ada di sisi-Nya. Ternyata hamba itu lebih memilih apa yang ada di sisi Allah.”
Beliau -Abu Sa’id- berkata: “Abu Bakar pun menangis. Kami merasa heran karena tangisannya. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan ada seorang hamba yang diberikan tawaran. Ternyata yang dimaksud hamba yang diberikan tawaran itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang, Abu Bakar adalah orang yang paling berilmu di antara kami.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berjasa kepadaku dengan ikatan persahabatan dan dukungan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang Khalil -kekasih terdekat- selain Rabb-ku niscaya akan aku jadikan Abu Bakar sebagai Khalil-ku. Namun, cukuplah -antara aku dengan Abu Bakar- ikatan persaudaraan dan saling mencintai karena Islam. Dan tidak boleh ada satu pun pintu yang tersisa di [dinding] masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, di Kitab Fadha’il ash-Shahabah (lihat Syarh Nawawi Juz 8 hal. 7-8)

Berikut ini pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik dari hadits di atas. Kami sarikan dari keterangan al-Hafizh Ibnu Hajar dan Imam an-Nawawi. Semoga bermanfaat.
  1. Hadits ini mengandung keistimewaan yang sangat jelas pada diri Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu yang tidak ditandingi oleh siapapun -di antara para sahabat-. Hal itu disebabkan beliau berhak mendapat predikat Khalil -kekasih terdekat- bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kalaulah bukan karena faktor penghalang yang disebutkan oleh Nabi di atas (lihat Fath al-Bari [7/17 dan 19])
  2. Abu Bakar radhiyallahu’anhu mengetahui bahwa seorang hamba yang diberikan tawaran tersebut adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu beliau pun menangis karena sedih akan berpisah dengannya, terputusnya wahyu, dan akibat lain yang akan muncul setelahnya (lihat Syarh Nawawi [8/7])
  3. Hadits ini menunjukkan bahwa semestinya masjid dijaga agar tidak menjadi seperti jalan tempat berlalu-lalangnya manusia kecuali dalam kondisi darurat yang sangat penting (lihat Fath al-Bari [7/19])
  4. Para ulama itu memiliki pemahaman yang bertingkat-tingkat. Setiap orang yang lebih tinggi pemahamannya maka ia layak untuk disebut sebagai a’lam (orang yang lebih tahu) (lihat Fath al-Bari [7/19])
  5. Hadits ini mengandung motivasi untuk lebih memilih pahala akhirat daripada perkara-perkara dunia (lihat Fath al-Bari [7/19])
  6. Hendaknya seorang berterima kasih kepada orang lain yang telah berbuat baik kepadanya dan menyebutkan keutamaannya (lihat Fath al-Bari [7/19])


Saudaraku… Kita bisa melihat bersama bagaimana zuhudnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap dunia. Kecintaan kepada akhirat dan kerinduan untuk bertemu dengan Allah jauh lebih beliau utamakan daripada kesenangan dunia.

Kita juga bisa melihat bersama bagaimana kedalaman ilmu Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu terhadap hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga ilmu itupun terserap dengan cepat ke dalam hatinya dan membuat air matanya meleleh. Beliau sangat menyadari bahwa kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah para sahabat laksana lentera yang menerangi perjalanan hidup mereka. Nikmat hidayah yang dicurahkan kepada mereka melalui bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah di atas segala-galanya.

Kita pun bisa menarik kesimpulan bahwa dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan dengan bantuan dan dukungan para sahabatnya. Beliau -dengan kedudukan beliau yang sangat agung- tidaklah berdakwah sendirian. Terbukti pengakuan beliau terhadap jasa-jasa Abu Bakar yang sangat besar kepadanya. Tentu saja yang beliau maksud bukan semata-mata bantuan Abu Bakar untuk kepentingan pribadi beliau, akan tetapi demi kemaslahatan umat yang itu tak lain adalah dalam rangka dakwah dan berjihad di jalan Allah.

Hadits ini juga menunjukkan betapa agungnya kedudukan Abu Bakar di mata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melebihi sahabat-sahabat yang lain. Sehingga sangat keliru pemahaman sekte Syi’ah yang menjelek-jelekkan bahkan sampai mengkafirkan beliau.

Hadits ini pun menggambarkan keluhuran akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para sahabatnya. Bagaimana beliau dengan tanpa malu-malu mengakui keutamaan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Padahal, kedudukan Abu Bakar tentu saja berada di bawah kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun demikian, beliau menyebutkan jasanya dan menyanjungnya di hadapan para sahabat yang lain.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa memuji orang di hadapannya diperbolehkan selama orang tersebut tidak dikhawatirkan ujub karenanya. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan Abu Bakar dari sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memujinya di hadapannya dan di hadapan para sahabat yang lain. Hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa Abu Bakar bukanlah termasuk kategori orang yang dikhawatirkan merasa ujub setelah mendengar pujian tersebut.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa kecintaan yang terpendam di dalam hati pasti akan membuahkan pengaruh pada gerak-gerik fisik manusia. Kecintaan yang sangat dalam pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Abu Bakar pun tampak dari ucapan dan perbuatan beliau. Kalau kita mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka konsekuensinya kita pun mencintai orang yang beliau cintai. Dan di antara orang yang beliau cintai, bahkan yang paling beliau cintai adalah Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Kecintaan yang berlandaskan Islam dan persaudaraan seagama. Lantas ajaran apakah yang justru mengajarkan kita untuk membenci orang-orang yang paling dicintai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kalau bukan ajaran kesesatan?!

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons