Tuesday, January 31, 2012

Ibrahim Afellay, Pesepakbola Muslim yang Mengalahkan Ulama

Ibrahim Afellay memang kepalang tampan. Sejuta perempuan di belahan bumi saya yakin mengamini perkataan saya. Jangan salah, kaum adam pun bukan tak mungkin mengagumi pemuda berdarah Maroko ini. Selain tampan, disinyalir Afellay merupakan pesepakbola berbakat milik Barcelona FC. Berkebangsaan Belanda, Afellay masih berusia 25 tahun. Namun, permainannya sungguh memukau hati.

Ini dia bagian paling bikin “wow”. Ibrahim Afellay, pada kenyataannya adalah seorang muslim. Afellay, secara menakjubkan, pernah dinobatkan sebagai seorang muslim teladan di Belanda, atau biasa disebut “Moslim van het jaar”.

Usut punya usut, penghargaan ini tidak diberikan pada sembarang orang. Sejumlah ulama besar juga masuk dalam nominasi “Moslim van het jaar”. Mungkin Anda heran, mengapa malah seorang pesepakbola muda yang dipilih? Dalam situs wijblijvenhier.nl, disebutkan salah satu faktor yang membuat Affelay dipilih karena usianya yang masih muda. Diharapkan, Afellay mampu membangun citra muslim taat di kalangan remaja.

Dalam kesehariannya, Afellay memang dikenal sebagai seorang anak yang saleh. Saat masih membela PSV Eindhoven, di setiap bulan suci Ramadan tiba, ia tetap berpuasa. Tentang berpuasa saat kompetisi, Afellay bertutur, “Saya berpegang pada keyakinan saya secara taat. Tidak masalah betapa sulitnya ini, it gives me a good feeling.”

Afellay juga berpendapat,  agama tetap nomor satu, bahkan melebihi sepak bola. Dengan berpegang teguh pada agama, ia berharap bisa mendapatkan hasil terbaik dalam kariernya.***

sumber : http://salmanitb.com/2011/08/ibrahim-afellay-pesepakbola-muslim-yang-mengalahkan-ulama/

Saturday, January 28, 2012

REMAJA ISLAM DAN MALAM MINGGU

Malam minggu bagi para remaja zaman sekarang adalah waktu yang ditunggu-tunggu. Bukan hanya sebagai waktu luang untuk melepaskan penat setelah seminggu bergulat dengan pelajaran, namun bagi sebagian remaja, malam minggu identik dengan tradisi hura-hura dan wakuncar (waktu kunjung pacar). Kegiatan ini mulai marak seiring dengan masuknya budaya barat yang lebih ‘membebaskan’ hubungan antara laki-;laki dan perempuan. Banyak remaja yang memanfaatkan waktu malam minggu atau malam ahad mereka untuk berhura-hura dan juga untuk ,wakuncar’(waktu kunjung pacar). 

Seolah-olah sudah menjadi tradisi, bagi remaja yang tidak melakukan tradisi ini yakni pacaran dan hura-hura, dianggap kuper atau tidak gaul. Padahal kegiatan yang demikian itu jika dilihat dari segi manfaat lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.. Bagi remaja Islam, kegiatan malam minggu hendaknya tidaklah demikian, karena remaja Islam sejati tidak akan mengikuti budaya orang-orang kafir.

Hura-hura dan wakuncar di malam minggu yang dilakukan remaja seperti jalan-jalan di mall, nonton film di bioskop, makan malam diluar menjadi agenda sebagian remaja yang terpengaruh oleh tradisi budaya barat. Mudharatnya kegiatan tersebut banyak sekali seperti pemborosan, berkhalwat dengan non muhrim, hingga dosa besar mendekati zina. Tidak ada manfaat yang dapat diambil dari kegiatan hura-hura dan wakuncar yang kini sering dilakukan oleh sebagian remaja. Sebagai remaja Islam, tentu harus berbeda dengan mereka yang melakukan kegiatan mubazir seperti di atas. Meski gejolak darah muda dalam diri seorang remaja mulai memanas, sehingga banyak alasan pembenaran yang dikemukakan seperti untuk semangat belajar, untuk belajar mengenal lawan jenis, untuk refreshing , karena cinta/sayang, dan lain-lain, alasan pembenaran kegiatan tersebut tentulah tidak tepat dengan syariah agama Islam. Islam adalah agama keselamatan bagi umat manusia, karenanya para remaja Islam tentu harus mengikuti syariah agama agar bisa selamat di dunia dan di akherat.

Sebuah perenungan yang patut direnungkan melalui akibat-akibat tradisi malam mingguan yang sudah berlangsung selama berpuluh tahun ini Pertama, berapa banyak remaja menikah di usia dini akibat hamil di luar nikah, berapa banyak kasus perkosaan yang terjadi tiap tahun, berapa banyak bayi-bayi tak berdosa yang tak memiliki bapak atau pun mati mengenaskan di tempat sampah?, berapa banyak remaja yang kini berani beradegan mesum dan kemudian dipublikasikan?Jika jawabannya banyak, maka masihkah pantas tradisi seperti ini tetap dipertahankan di kalangan remaja?Jika mudharat yang dibawa tradisi malam mingguan seperti di atas ternyata terbukti sangat banyak dan tentu membahayakan masa depan para remaja, sanggupkah para remaja sekarang merubahnya? Bagi para remaja Islam sejati, kenyataan ini seharusnya menjadikannya sanggup menjadi pelopor perubahan itu dengan membangun aqidah dan akhlaq Islamiyah yang kuat dan mengaplikasikannya dalam kebiasaan hidup sehari-hari.

Malam minggu/ahad dan hari ahad hendaknya dijadikan sebagai waktu yang lebih bermanfaat dan lebih produktif. Zaman yang semakin sulit seperti sekarang ini, seharusnya disadari para remaja untuk lebih produktif dan berprestasi demi menunjang masa depannya kelak. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan dalam mengisi malam minggu/ahad dan hari ahad yang lebih bernilai positif, antara lain mengikuti klub atau kursus yang mendukung pengembangan bakat, sehingga pada akhirnya dapat menambah tabungan dan lebih mandiri dengan memanfaatkan kemampuan/bakat yang dimiliki tersebut.Kegiatan positif ini juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas aqidah dan akhlak islamiyah. Dengan demikian, hidup seorang remaja Islam sejati akan lebih berarti dan insyaAlloh mendapat ridho dari Alloh SWT.


Kehidupan masa remaja Rasulullah SAW dapat menjadi suri teladan, dimana masa remaja Beliau dilalui dengan perjuangan dan kerja keras diiringi dengan akhlaq yang terpuji. Hasilnya sangat luar biasa, Beliau menjadi seorang pemimpin yang sangat disegani sekaligus ditakuti oleh seluruh bangsa di dunia. Memanglah tepat, masa remaja seharusnya tidaklah dihabiskan dengan hura-hura dan mengikuti nafsu duniawi namun digunakan untuk menempa kemampuan diri dan pribadinya sebagai bekal hidup di hari kemudian. Masa remaja merupakan masa emas dimana banyak impian, cita-cita, dan harapan tinggi dalam genggaman erat untuk diwujudkan. Jika masa remaja hanyaa dihabiskan hanya dengan mengikuti nafsu duniawi saja, hasilnya sungguh luar biasa sangat rugi. Kelak akan hidup terlunta-lunta dan menderita tidak hanya di dunia namun juga di akherat nanti.



sumber : http://kustejo.wordpress.com/2009/01/31/remaja-islam-dan-malam-minggu/

Friday, January 27, 2012

Keutamaan Membaca Al Qur’an

Keutamaan Al-Qur’an yang terbesar adalah Al Quran merupakan kalam Allah Swt. Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan dengan penuh berkah. Al-Qur’an memberikan petunjuk manusia kepada jalan yang lurus. Tidak ada keburukan di dalamnya, oleh karena itu sebaik-baik manusia adalah mereka yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. Rasulullah SAW bersabda, ”Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori).

Al-Qur’an diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang muslim, direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa’at baginya pada hari Kiamat. Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat, dengan firmanNya: “…. Barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha:123)
Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yg mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Rasulullah Saw selalu membaca Al-Qur’an. Beliau juga suka mendengarkan bacaan dari sahabatnya, khususnya sahabat Ibnu Mas’ud. Beliau berlinang air matanya bila membaca dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an, seperti yang dikisahkan dalam sebuah hadist dari Ibnu Mas’ud: Suatu ketika Rasulullah Saw meminta Ibnu Mas’ud untuk membacakan Al-Qur’an. Ibnu Mas’ud berkata: “Ya Rasulullah, bagaimanakah saya membacakan untukmu, padahalAl-Qur’an diturunkan kepadamu?”. Dijawab nabi Saw: “Saya ingin mendengar dari orang lain”. Ibnu Mas’ud berkata, ”Maka saya bacakan surat An Nisa hingga sampai pada ayatFa kaifa idzaa ji’na min kulli ummatin bisyahidin waji’na bika ’ala ha’ula’i syahiida” (Bagaimanakah jika Kami telah mendatangkan untuk setiap ummat saksinya dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas semua ummat itu). Nabi bersabda, “Cukuplah sampai di sini”. Saya menoleh melihat nabi SAW sedang bercucuran air mata.“ {HR. Bukhari dan Muslim}.
Sahabat Rasulullah Saw juga selalu membaca Al-Qur’an. Ketika mereka menemukan ayat yang berkaitan dengan azab Allah, mereka membacanya berulang-ulang hingga berlinang air mata. Abu Bakar ra, jika beliau menjadi imam ketika sholat, maka akan terdengar isakan tangis beliau. Suatu ketika seorang sahabat ingin ke pasar mendapati Asma binti Abu Bakar membaca salah satu ayat diulang-ulang sambil menangis. Ketika sahabat tersebut kembali dari pasar, ia masih membaca ayat yang sama sambil menangis. Itulah sikap Rasulullah Saw dan para sahabatnya ketika membaca Al-Qur’an. Kita sebagai ummat dan sebagai generasi penerusnya berusaha untuk bersikap seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya ketika membaca Al-Qur’an.
Berikut beberapa Keutamaan membaca Al Quran Menurut Beberapa Ayat Suci Sl Quran dan Hadits Shahih :
  1. Firman Allah Swt: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)
  2. Firman Allah Swt: “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Al-Ma’idah: 15-16).
  3. Firman Allah Swt: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi ouang-orang yang beriman. ” (Yunus: 57).
  4. Sabda Rasulullah Saw: “Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa ‘at bagi pembacanya.” (HR. Muslim dari Abu Umamah).
  5. Dari An-Nawwas bin Sam’an ra. katanya: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Didatangkan pada hari Kiamat Al-Qur’an dan para pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua surat ini.” (HR, Muslim).
  6. Dari Utsman bin Affan ra, katanya: Rasulullah Saw bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari)
  7. Dari Ibnu Mas’ud ra, katanya: Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih).
  8. Dari Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash ra, bahwa Nabi Saw bersabda: “Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an: “Bacalah, naiklah dan bacalah dengan pelan sebagaimana yang telah kamu lakukan di dunia, karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
  9. Dari Aisyah ra, katanya: Nabi Saw bersabda: “Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih). Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
  10. 10. Dari Ibnu Umar ra, Nabi Saw bersabda: “Tidak boleh hasad (iri) kecuali dalam dua perkara, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur’an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang”. (Hadits Muttafaq ‘Alaih). Yang dimaksud hasad di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain. (Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469).
  11. 11. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai 2 ahli diantara manusia”. Sahabat bertanya, ”Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Ahli Al-Qur’an adalah ahli Allah, dan orang-Nya khusus.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
  12. Dalam hadist yang lain, Rasulullah SAW bersabda: Dikatakan kepada orang yang berteman dengan Al-Qur’an, “Bacalah dan bacalah sekali lagi serta bacalah dengan tartil, seperti yang dilakukan di dunia, karena manzilah-mu terletak di akhir ayat yang engkau baca. “ (HR Tirmidzi)
  13. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Al-Qur’an bertemu pembacanya pada hari kiamat saat kuburannya dikuak, dalam rupa seorang laki-laki yang pucat. Dia (Al-Qur’a) bertanya, “apakah engkau mengenalku? Dia menjawab, “aku tidak mengenalmu!”. Al-Qur’an berkata, “Aku adalah temanmu, Al-Qur’an, yang membuatmu kehausan pada siang hari yang panas dan membuatmu terjaga pada malam hari. Sesungguhnya pedagang itu mengharapkan hasil dagangannya, dan sesungguhnya pada hari ini aku adalah milikmu dari hasil seluruh perdaganganmu, lalu dia memberikan hak milik orang itu Al-Qur’an dengan tangan kanan dan memberikan keabadian dengan tangan kirinya, lalu di atas kepalanya disematkan mahkota yang berwibawa, sedangkan Al-Qur’an mengenakan 2 pakaian yang tidak kuat disangga oleh dunia. Kedua pakaian ini bertanya, “Karena apa kami engkau kenakan?”. Ada yang menjawab: “Karena peranan Al-Qur’an. Kemudian dikatakan kepada orang itu,”Bacalah sambil naik ketingkatan-tingkatan syurga dan biliknya, maka dia naik sesuai dengan apa yang dibacanya, baik baca dengan cepat, maupun dengan tartil.” (HR Ahmad).
  14. Dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat, sebagai pembela pada orang yang mempelajari dan mentaatinya.” (HR Muslim).
  15. Dari An Nawas bin Sam’an, Rasulullah Saw bersabda, ”Pada hari kiamat akan didatangkan Al-Qur’an dan orang-orang yang mempraktekan di dunia, didahului oleh surah Al Baqarah dan Ali Imran yang akan membela dan mempertahankan orang-orang yang mentaatinya.” (HR. Muslim).
  16. Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda, ” Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka akan mendapat hasanat dan tiap hasanat mempunyai pahala berlipat 10 kali. Saya tidak berkata Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dn Mim satu huruf.” (HR Tirmidzi)
  17. Dari Aisyah ra, Raslullah Saw bersabda, ”Orang yang mahir dalam membaca Al-Qur’an akan berkumpul para malaikat yang mulia-mulia lagi taat. Sedang siapa orang yang megap-megap dan berat jika membaca Al-Qur’an, mendapat pahala 2 kali lipat.” (HR Bukhari, Muslim)
  18. Dari Al Barra bin Azib ra, “ Ada seorang membaca surat Al Kahfi sedang tidak jauh dari tempatnya, ada kuda yang terikat dengan tali kanan kiri, tiba-tiba orang itu diliputi oleh cahaya yang selalu mendekat kepadanya, sedang kuda itu lari ketakutan. Dan pada pagi hari ia datang memberi tahu kejadian itu kepada Nabi Saw, maka bersabda nabi Saw, ”Itulah ketenangan (rahmat) yang telah turun untuk bacaan Al-Qur’an itu.” (HR Bukhori dan Muslim).
Setelah kita mengetahui betapa banyak keutamaan membaca Al Quran, maka mulai hari ini, mari kita perbanyak membaca Al Quran. Dan bila ada dari kita yang mungkin masih belum lancar membaca Al Quran , jangan patah semangat, lihatlah hadits  No.9, teruslah membacanya, karena Al Quran yang yang kita baca, akan menemui kita dihari kiamat kelak, lihatlah sabda Rasulullah Saw, pada hadits No. 13 diatas. Selain itu Al Quran yang kita baca,  akan memberikan syafaat untuk kita (hadits No. 4).
Dewi Yana

Wednesday, January 25, 2012

Indahnya Persaudaraan Dalam Islam

Islam adalah diin yang bukan sekedar mengatur hubungan manusia dengan khaliqnya (bahlum-minallaah/ hubungan vertikal) akan tetapi membimbing juga setiap pemeluknya untuk membina hubungan harmanis dengan sesama manusia dan alam sekitar (hablum-minaas/ hubungan horizontal). Orang yang sengsara di hari kiamat nanti, bukan hanya orang yang tidak membangun hubungan baik dengan Allah namun mereka yang tidak mampu mengaplikasikan tuntunan Allah dan rasulullaah dalam membangun hubungan harmonis dengan makhluk Allah swt. Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita berusaha untuk mentawazunkan (menyeimbangkan) antara hablum-minallaah dengan hablum-minannaas.

• Urgensi Persaudaraan

1. Nikmat Allah : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang ber-saudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu menda-pat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali ‘Imran : 103-104)
Dalam dua ayat tersebut tersebut terdapat tuntutan yang harus dilak-sanakan oleh muslim yang menjalin ukhuwah dalam Islam :
- komitmen terhadap al-Qur’an dan as-Sunah. Tidak menggunakan manhaj lain selainnya
- menjauhkan diri dari permusuhan dan perpecahan
- penyatu hati adalah mahabbah (cinta) kepada Allah
- mendakwahkan kebaikan
Dengan ukhuwah ini kaum muslimin tolong-menolong untuk melaksa-nakan tuntutan tersebut.

2. Merupakan arahan Rabbani : “… Dia-lah yang Memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para Mukmin, dan yang Mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah Mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal 8:62-63)
Allah-lah semata-mata pembangun ukhuwwah diantara hati-hati Mukminin.

3. Merupakan cermin kekuatan iman : “Tidak beriman salah seorang dari kalian sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari)
Betapa kuatnya korelasi antara ukhuwwah Islamiyah dan ‘iman’. Sehingga Rasulullah saw. mensyaratkan kecintaan kepada saudara sesama muslim sebagai salah satu unsur pembentuk iman. Iman sejati menghajatkan suatu rajutan persaudaraan yang kokoh di jalan Allah. Karena itu eksistensi ukhuwwah berbanding lurus dengan kondisi iman seseorang atau sekelompok jamaah. Semakin solid suatu ikatan persaudaraan fillah, makin besar peluang untuk anggotanya dikategorikan sebagai mukmin sejati (mu’min al haq). Sebaliknya ikatan bersaudara di jalan Allah ini bila rapuh, akan mengindikasikan suatu hakikat keimanan yang juga masih rendah tingkatnya.

TAHAPAN MEMBANGUN PERSAUDARAAN

Jalan menuju ukhuwah memiliki sejumlah tahapan, yang seorang muslim tidak bisa menggapai ukhuwah dengan saudaranya kecuali apabila melaluinya. Tiap tahapan ini memiliki rambu-rambu dan etika-etikanya, yang akhirnya akan berujung pada ukhuwah Islamiah yang kokoh.

1.a.i. Ta’aruf (saling mengenal)

“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat 49:13)

Yang demikian itu mengharuskan seorang muslim mengenal saudaranya seiman. Bahkan ia harus mengetahui hal-hal yang disukai dan hal-hal yang tidak disukainya hingga dapat membantunya jika ia berbuat baik, memohonkan ampun untuknya jika ia berdosa, mendoakan untuknya dengan kebaikan jika tidak berada di tempat dan mencintainya jika ia bertaubat.

1.a.ii. Ta’aluf (saling bersatu)

Ta’aluf berarti bersatunya seorang muslim dengan muslim lainnya. “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” (Ali ‘Imran : 103)
“Walaupun kalian membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kalian tidak akan dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.” (Al-Anfal:63)
Rasulullah saw. bersabda : “Ruh-ruh itu ibarat tentara-tentara yang terkoordinasi; yang saling mengenal niscaya bersatu, sedangkan yang tidak saling mengenal niscaya berpisah.” (HR. Muslim)
Maka salah satu kewajiban ukhuwah adalah, hendaknya seorang muslim menyatu dengan saudaranya sesama muslim. Seiring dengan itu, hendaklah ia melakukan hal-hal yang bisa menyatukan dirinya dengan saudaranya.

Suatu faktor global yang bisa mewujudkan ta’aluf adalah: “Hendaklah seorang muslim konsisten melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.”
1.a.iii. Tafahum (saling memahami)

Hendaklah terjalin sikap tafahum (saling memahami) antara seorang muslim dengan saudaranya, yang diawali dengan kesepahaman dalam prinsip-prinsip pokok ajaran Islam, lalu dalam masalah-masalah cabang yang juga perlu dipahami secara bersama.

Bersikap husnudzan jangan su’udzan.

Seorang muslim yang berusaha mencapai tingat tafahum dituntut agar mampu mengendalikan diri, menguasai perasan dan emosi serta mengarahkan tingkah lakunya dan pergaulan ke arah kemanusiaan yang bermartabat, bersopan santun dan bertenggang rasa, tidak melukai perasaan atau menyakiti hati orang lain tanpa alas an.

Akhlak yang baik dapat merubah lawan yang dibenci menjadi kawan yang disenangi. Itu lebih baik daripada menambah musuh. “Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang diantaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Fushilat 41:34-35)

“Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan-lah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. Ali Imran 3:159)

1.a.iv. Ri’ayah (perhatian)

Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar ia bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya tersebut memintanya karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. “Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Salah satu bentuk perhatian adalah hendaknya seorang muslim menutupi aib saudaranya.
“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lain kecuali Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim)

Bentuk perhatian lainnya adalah hendaknya ia berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan kecemasannya apabila sedang tertimpa kecemasan, meringankan kesulitan yang dihadapinya, menutupi aibnya dan membantunya dalam memenuhi kebutuhan.

“Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Bentuk perhatiannya lainnya adalah hendaknya ia menjalankan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Islam atasnya untuk saudaranya. “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam.” Ditanyakan, “Apakah keenam hak itu wahai Rasulullah?” Beliau saw. bersabda, “Jika engkau berjumpa dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia mengundang maka penuhilah undangannya, jika ia meminta nasihat kepadamu maka nasihatilah, jika ia bersin lalu memuji Allah maka ucapkanlah: yarhamukallah, jika ia sakit maka kunjungilah, dan jika ia meninggal maka antarkanlah jenazahnya.” (HR. Muslim)

1.a.v. Ta’awun (saling membantu)

Allah swt. telah memerintahkan hamba-hambanya yang beriman untuk bantu-membantu dalam melaksanakan kebaikan (al-birr) dan dalam meninggalkan kemungkaran yang disebut dengan (at-taqwa).
Indikasi-indikasi ta’awun yang dilaksanakan oleh orang-orang yang berukhuwah dalam Islam diantaranya :
- Ta’awun dalam memerintahkan yang ma’ruf, mengamalkan kebaikan, dan melaksanakan ketaatan sesuai dengan petunjuk Islam. Sebaik-baik sahabat adalah yang mengingatkanmu apabila lupa dan membantumu apabila ingat.
- Ta’awun dalam meninggalkan kemungkaran, hal yang diharamkan dan bahkan hal yang makruh
- Ta’awun dalam upaya terus-menerus mengubah manusia dari satu keadaan kepada keadaan lain yang lebih diridhai Allah swt.

1.a.vi. Tanashur (saling menolong)

Ia masih sejenis dengan ta’awun, tetapi memiliki pengertian yang lebih dalam dan lebih menggambarkan makna cinta dan loyalitas.
Tanashur diantara dua orang yang berukhuwah dalam Islam memiliki banyak makna, di antaranya :
- Seseorang tidak menjerumuskan saudaranya kepada sesuatu yang buruk atau dibenci
- Mencegah saudaranya dan menolongnya dari setan yang membisikkan kejahatan kepadanya dan dari pikiran-pikiran yang buruk yang terlintas pada dirinya untuk menunda pelaksanaan amal kebaikan
- Menolong menghadapi setiap orang yang menghalanginya dari jalan kebenaran
- Menolongnya, baik saat menzhalimi (dengan cara mencegahnya dari perbuatan zhalim) maupun saat dizhalimi (dengan berusaha menghindarkannya dari kezhaliman yang menimpanya)
Tidak akan terjadi tanashur diantara orang-orang yang bersaudara dalam Islam kecuali masing-masing bersedia memberikan pengorbanan untuk saudaranya, baik pengorbanan waktu, tenaga, maupun harta.

1.a.vii. Itsar (mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan dirinya sendiri)
Ketika bergolak medan peperangan Yarmuk, ada kisah emas tentang bagaimana ruh ukhuwwah sejati ditampilkan shahabat. Diketengahkan oleh al-Qurthubi tentang pengalaman seorang shahabat Rasulullah saw. “Aku bermaksud mencari keponakanku. Hendak kuberi minum ia pada saat-saat akhir menjelang ajalnya. Aku katakana padanya,” ‘Minumlah air ini.’ Dia menganggukkan kepala. Sejurus kemudian terdengar rintihan memelas shahabat disampingnya, penuh belas kasih. Keponakanku mengisyaratkan agar aku menemuinya. Ah, ternyata Husein bin ‘Ash. ‘Minumlah ini,’ kataku sambil menyodorkan air yang tadi kubawa. Husein menganggukkan kepada Namun berbarengan dengan itu terdengar seseorang di sampingnya mengerang kehausan. Husein menyuruhku agar memberikan air kepada orang tersebut. Ketika kutemui shahabat tadi, ia sudah gugur. Lantas aku bergegas kepada Husein, iapun telah gugur. Kemudian aku menuju keponakanku, dan .. ia pun telah pulang ke pangkuan Rabb-nya.

Sementara itu, di episode lain dari sekian puluh kejadian-kejadian sirah Rasulullah dan para shahabat, adalah Abdurrahman bin Auf yang Muhajirin dan Sa’ad bin Rabi’ yang Anshar. Selayaknya kaum Muhajirin yang meninggalkan kampung halaman tanpa banyak perbekalan, Ibnu Auf mulanya jelas terbilang miskin. Sebaliknya Sa’ad bin Rabi’ adalah aghniya, hartawan dengan kekayaan melimpah. Keduanya dipersaudarakan oleh Rasulullah saw. Terjadilah dialog dengan muatan ruh ukhuwwah Islamiyah sejati antara keduanya. Berkata Sa’ad, “Akhi, aku adalah penduduk Madinah yang kaya. Pilih separuh hartaku dan ambillah! Dan aku punya dua istri, pilih yang menarik hatimu, biar nanti kucerai salah satunya hingga engkau bisa memperistrikannya.”

Dengan penuh kasih Abdurrahman bin Auf menjawab, “Semoga Allah merahmatimu, harta dan istri-istrimu. Sekarang, tolong tunjukkan di mana letak pasar, biar aku bisa berdagang.”
Dua penggal kisah diatas merupakan kisah sejati yang menggambarkan ruh itsar kepada kita.
Kalau dicermati, fenomena persaudaraan pada sahabat itu senantiasa dimulai dengan keikhlasan untuk memikul sekian keprihatinan perjuangan. Pementasan ukhuwwah Islamiyah para shahabat berada di sebuah panggung kehidupan yang bernama ‘jihad di jalan Allah’. Kejadian-kejadian dahsyat dalam sejarah tadi beruanglingkupkan atmosfir penegakan kalimat Allah dalam pengertian yang sebenar-benarnya.
Pribadi-pribadi yang bertemu dalam forum ukhuwwah Islamiyah adalah pribadi-pribadi yang telah memiliki kesamaan pemahaman terhadap problematika ummat, sadar terhadap kewajibannya sebagai muslimin taat. Mereka mempunyai kepedulian tinggi, keterlibatan dan rasa memiliki terhadap nasib ummat. Mereka terkondisi untuk selalu memikirkan bagaimana dakwah harus dijalankan. Terikat satu sama lain dalam tugas suci meninggikan kalimat Allah. Ini dilakoni oleh mereka dalam segala suasana: sedih, tragis, suka, untung atau mengharukan. Semuanya dikerjakan secara bersama senasib dan sepenanggungan.

Menyimak latar belakang itu, wajar jika para shahabat begitu spektakuler dalam menampilkan ruh ukhuwwah Islamiyah. Ini terjadi ternyata diawali oleh pra kondisi yang pengundang perasaan heroik. Ada suasana perjuangan yang mengharukan. Beban tanggung jawab yang sama terhadap kebenaran menjadikan mereka bisa bahu-membahu satu dengan yang lain.

Dengan ini maka solidaritas yang dibangun adalah yang mengarah pada visi keummatan. Bukan solidaritas kelompok yang justru bisa menghambat lahirnya ukhuwwah.
Pada akhirnya, egoisme golongan dapat ditekan sekecil mungkin atau dimusnahkan. Ketika tidak lagi berpikir tentang kelompok, kemudian mengarahkan keterlibatannya pada hal-hal yang besar yang dihadapi ummat, menanggung keprihatinan-keprihatinan bersama atas kondisi dakwah; mereka lebih mungkin berbicara soal ukhuwwah Islamiyah sejati. Tanpa adanya pra kondisi ini, tanpa mewujudkan lebih dahulu kesadaran terhadap perjuangan dakwah, rasa-rasanya ukhuwwah sejati akan sulit diwujudkan. “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang muhajirin) dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr:9)

HAL-HAL YANG MENGUATKAN PERSAUDARAAN :

1. Memberitahukan kecintaan pada yang kita cintai
Bersabda Nabi saw.: Jika seorang cinta kepada saudaranya harus memberitahu kepadanya bahwa ia kasih sayang kepadanya karena Allah. (HR. Abu Dawud)
Anas r.a. berkata: Ada seorang duduk di sisi Nabi saw. mendadak ada seorang berjalan, maka orang itu berkata: Ya Rasulullah saya sungguh cinta pada orang itu. Nabi bertanya: Apakah sudah kauberitahu padanya, bahwa kau cinta padanya? Jawabnya: Belum. Bersabda Nabi saw.: Beri-tahukanlah ia. Maka dikejarnya dan dikatakan kepadanya: Sesungguhnya saya cinta padamu karena Allah. Jawabnya: Semoga Allah cinta kepadamu, sebagaimana kau cinta kepadaku karena Allah. (HR. Abu Dawud)
2. Memohon dido’akan bila berpisah
3. Menunjukkan kegembiran & senyuman bila berjumpa
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non-muhrim)
Bersabda Rasulullah saw.: Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kamu tiada dapat masuk sorga sehingga percaya (beriman) dan tidak percaya (beriman) sehingga kasih sayang pada semua manusia. Sukakah saya tunjukkan perbuatan, kalau kamu kerjakan timbul rasa kasih saying? Sebarkanlah salam di antara kamu. (HR. Muslim)
5. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
8. Memperhatikan saudaranya & membantu keperluannya
9. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya

HAK-HAK PERSAUDARAAN

Hak-hak seorang Muslim atas Muslim lainnya secara umum :
1. Menutupi Aib Saudara Seiman
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari)
2. Membela Saudara Seiman yang Digunjing
Pada dasarnya, ia tidak boleh mendengarkan kata-kata buruk yang diarahkan untuk menggunjing saudaranya seiman, akan tetapi apabila terlanjur terjadi dan ia mendengarnya, ia berkewajiban membela dan membantah penggunjingannya, demi memenuhi hak saudaranya seiman.
“Apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Jika setan menjadikan lupa (akan larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (Al-An’am:68)
“Barangsiapa membela kehormatan saudaranya, Allah akan menjauhkan neraka dari wajahnya pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)
3. Memaafkan Saudara Seiman
“Bersegeralah kalian menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang Dia sediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, serta orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran:133-134)
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf:199)
“Akan tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syura:43)
4. Berbuat Baik terhadap Saudara Seiman
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar berlaku adil dan berbuat baik.” (An-Nahl:90)
a. Mengunjungi, menjenguk, dan memberinya hadiah, tidak membeli barang yang sudah dibelinya dan tidak mendiamkannya melebihi tiga hari “Ada seorang lelaki mengunjungi saudaranya di suatu desa. Maka Allah mengutus seorang malaikat untuk menemuinya. Ketika sampai, utusan itu berkata, ‘Hendak kemanakah engkau?’ ‘Aku hendak menemui saudaraku yang berada di desa ini,’ jawab lelaki itu. ‘Apakah engkau menginginkan suatu nikmat tertentu yang hendak kau dapatkan darinya?’ ‘Tidak, aku hanya mencintainya karena Allah,’ jawab lelaki itu. ‘ Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, untuk menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya.’” (HR. Muslim)
“Barangsiapa menjenguk orang yang sakit atau mengunjungi saudaranya seiman karena Allah, ada (malaikat) yang memanggilnya, ‘Bagus engkau, bagus pula perjalananmu. Semoga engkau menempati rumah di dalam surga.” (HR. Muslim)
“Apabila seorang muslim berkunjung kepada saudaranya seiman, hakikatnya ia berada di kebun surga, sampai ia kembali.” (HR. Muslim)
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling mencintai dan hilanglah rasa benci.” (HR. Malik)
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena sesungguhnya hadiah itu menghilangkan kemarahan di dada. Janganlah seorang yang bertetangga mencela hadiah dari tetangganya, walaupun hanya berupa kuku kambing.” (HR. Tirmidzi)
‘Janganlah salah seorang dari kalian menjual barang yang sudah dibeli orang lain dan janganlah kalian melamar perempuan yang sudah dilamar oleh orang lain.” (HR. Tirmidzi)
“Tidaklah dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga malam. Keduanya saling bertemu namun satu sama lain saling berpaling. Orang yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai dengan salam.” (HR. Muslim)
b. Memberikan senyuman dan membantunya sesuai dengan kemampuan. “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah. Amar ma’ruf nahi munkar yang kau lakukan adalah sedekah. Engkau menunjuki seseorang yang tersesat di suatu tempat, juga merupakan sedekah bagimu. Jika engkau menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan juga merupakan sedekah bagimu.” (HR. Tirmidzi)
“Setiap kebaikan adalah sedekah, dan diantara kebaikan itu adalah: engkau menjumpai saudaramu dengan wajah berseri.” (HR. Tirmidzi)
“Janganlah kau meremehkan kebaikan sekecil apapun, sekalipun sekadar wajah berseri yang kau berikan ketika berjumpa saudaramu.” (HR. Muslim)
c. Tidak menimpakan bahaya dan tidak mengancam, baik dengan serius maupun sekedar bergurau, seremeh apa pun, baik bersifat material maupun nonmaterial : Terkutuklah siapa saja yang menimpakan bahaya atau membuat tipu daya atas seorang mukmin.” (HR. Tirmidzi)
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah kekafiran.” (HR. Bukhari)
“Barangsiapa mengacungkan sepotong besi (mengancam) kepada saudaranya, malaikat melaknatinya sampai ia meninggalkannya, meskipun itu dilakukan terhadap saudara seayah atau seibu.” (HR. Muslim)
“Janganlah salah seorang dari kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya, karan ia tidak tahu jika setan menggerakkan tangannya sehingga ia terperosok ke lubang neraka.” (HR. Muslim)
d. Memenuhi kebutuhan-kebutuhannya : “… dan Allah menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Tirmidzi)
“… dan barangsiapa tengah memenuhi hajat saudaranya, niscaya Allah memenuhi hajatnya.” (HR. Bukhari)
“Setiap muslim harus bersedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Nabi Allah, bagaimana dengan orang yang tidak memiliki harta?” Beliau bersabda, “Bekerjalah dengan tangannya, sehingga ia bermanfaat bagi dirinya lalu bersedekah.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana kalau ia tidak punya?” Beliau bersabda, “Membantu orang yang membutuhkan lagi meminta pertolongan.” Mereka bertanya, “Kalau tidak bisa?” Beliau bersabda, “Hendaklah ia melakukan kebajikan dan menahan diri dari kejahatan, karena keduanya merupakan sedekah baginya.” (HR. Bukhari)
Derajat paling minimal dalam memenuhi kebutuhan saudaranya adalah memenuhi kebutuhannya ketika ia memintanya.
5. Menahan Diri dari Membicarakan Aib Saudaranya Seiman
a. Tidak menyebut aib saudaranya dengan lisan
“Orang-orang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari gangguan lidah dan tangannya.”
“Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya? Tentulah kalian merasa jijik kepadanya.” (al-Hujurat:12)
b. Tidak menyebut aib saudaranya di dalam hati
“Hendaklah kalian menjauhi prasangka, karena prasangka itu merupakan sedusta-dusta perkataan.” (HR. Bukhari)
“Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang berukhuwah…” (HR. Muslim)
c. Hak untuk tidak didebat
Rasulullah saw. bersabda: “Aku menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar, satu rumah di tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bergurau, dan satu rumah di tempat tertinggi surga bagi siapa saja yang berakhlak mulia.” (HR. Abu Dawud)
“Tinggalkanlah perdebatan karena sedikit kebaikannya. Tinggalkanlah perdebatan karena manfaatnya sedikit dan bisa menimbulkan permusuhan sesama saudara.” (HR. Dailami)
“Janganlah engkau mendebat saudaramu, jangan mempermain-kannya, jangan pula memberi janji kepadanya lalu mengingkarinya.” (HR. Tirmidzi)
d. Hak untuk tidak disebarkan rahasianya
Nabi saw. bersabda: “Tidaklah dua orang duduk bercakap-cakap kecuali dengan amanah. Tidaklah dihalalkan bagi salah satu dari keduanya untuk menyebarkan rahasia sahabatnya yang tidak diinginkannya.” (HR. Abu Bakar bin Bilal)
6. Hak untuk Dibicarakan oleh Saudaranya dengan Apa yang Disukainya ;
a. Hak untuk dipanggil dengan nama yang paling disukai
Umar ra. berkata, “Ada dua hal yang bisa menjernihkan cintamu kepada saudara-saudaramu: hendaklah engkau mengucapkan salam kepadanya terlebih dahulu ketika berjumpa, dan panggillah ia dengan nama yang paling disukainya.”
b. Memuji kebaikan-kebaikan yang diketahuinya
Memuji yang dimaksud berbeda dengan menyanjung di hadapan orang yang disanjung, karena sikap yang terakhir ini dicela Islam.
Pujian ini semakin penting apabila ia memuji kebaikan-kebaikan saudaranya di hadapan orang yang bisa mendapatkan manfaat dari pujian tersebut, sehingga orang tersebut memperbaiki pandangannya terhadap orang yang dipuji.
Adalah merupakan salah satu etika Islam apabila seorang muslim memuji saudaranya seiman, hendaklah mengatakan, “Saya kira dia demikian, saya tidak menyucikan seorang pun dihadapan Allah.”
c. Menyampaikan kepada saudaranya pujian orang lain
d. Berterima kasih terhadap kebaikannya
“Barangsiapa diperlakukan baik, lalu berkata kepada pelakunya, ‘Semoga Allah membalasmu dengan yang lebih baik,’ berarti ia telah berterima kasih.” (HR. Tirmidzi)
7. Hak untuk Mendapatkan Nasihat dan Pengajaran
“Agama adalah nasihat,” Sahabat bertanya, “Untuk siapa?” Nabi saw. menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, imam-imam kaum muslimin, dan orang-orang awam di antara mereka.” (HR. Muslim)
a. Jauhkan nasihat dari tujuan mencari muka
Nasihat disebut sebagai usaha mencari muka, jika engkau menasihati saudaramu untuk kepentinganmu sendiri atau untuk mewujudkan ambisimu. Nasihat semacam ini tidak membawa kebaikan bagi saudaramu, namun membawa kebaikan bagi dirimu sendiri.
b. Menahan diri
Salah satu etika nasihat adalah, hendaknya penasihat menahan diri dari sikap yang mengharuskannya memberi nasihat untuk beberapa waktu. Diperbolehkannya menahan diri ini harus dengan syarat bahwa sikap ini benar-benar memberi kemaslahatan agama dan keselamatan bagi pelakunya.
c. Hendaknya aib yang dinasihatkan untuk ditinggalkan itu tidak disadari oleh pelakunya
d. Hendaklah ditunjukkan aibnya
Umar bin Khathab ra. pernah meminta kepada saudara-saudaranya untuk menunjukkan aib dirinya. Ia berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aib saudaranya.”
e. Yang dinasihati harus mencintai penasihatnya
Jika itu dilakukan tentu akan mengundang rasa cinta dan simpati lebih dalam.
f. Menahan diri dari menasihati atas sifat bawaan seseorang, Karena terkadang aib yang terdapat pada seseorang merupakan pembawaan yang ia tidak bisa melepaskan diri darinya. Namun apabila ia memperlihatkan aib itu, hendaklah saudaranya memberi nasihat dengan lemah lembut.
g. Hendaklah berlapang dada dan memaafkan
8. Hak untuk Mendapatkan Kesetiaan (Wafa’)
Sikap setia adalah sikap konsisten dalam mencintai baik ketika saudaranya masih hidup maupun setelah kematiannya.
9. Hak untuk Diringankan Bebannya
a. Tidak membebani dengan sesuatu yang memberatkan
b. Jangan sampai orang lain meminta untuk dipenuhi hak-haknya
c. Tidak meminta orang lain rendah hati kepadanya ; Rendahkanlah hatimu terhadap orang-orang yang mengikuti-mu, yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara:215)
d. Mempergauli saudaranya sesama muslim dengan bersahaja tanpa takalluf (memaksakan diri)
e. Hendaknya seorang muslim berprasangka baik kepada saudaranya dan memandangnya lebih baik daripada dirinya sendiri
10. Hak Seorang Muslim atas Muslim yang Lain untuk Didoakan, Baik Semasa Hidupnya maupun setelah Mati
“Orang-orang yang datang setelah mereka mengatakan, ‘Wahai Tuhan kami, ampunilah kami dan orang-orang yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati kami perasaan dengki terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr:10)
BUAH MEMBANGUN PERSAUDARAAN
1. Merasakan lezatnya iman
Bersabda Nabi saw. : Tiga sifat siapa yang memilikinya akan merasakan kelezatan iman: (1) Jika ia mencintai Allah dan Rasulullah lebih dari lain-lain-Nya (2) Jika ia mencintai sesama manusia semata-mata karena Allah (3) Jika engkau membenci kembali kepada kafir setelah diselamatkan Allah daripadanya sebagaimana engkau enggan dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari, Muslim)
2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat
Bersabda Nabi saw. : Tujuh macam orang yang bakal dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari tiada naungan kecuali naungan Allah; (1) Pemimpin (raja) yang adil. (2) Pemuda yang rajin dalam ibadat kepada Allah. (3) Seorang yang selalu gandrung hatinya pada masjid. (4) Dua orang yang kasih sayang karena Allah, baik di waktu berkumpul atau berpisah. (5) Seorang lelaki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan cantik kemudian ia berkata: Saya takut kepada Allah. (6) Seorang bersedekah dengan diam-diam sehingga tangan yang sebelah kanan tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan sebelah kirinya. (7) Seorang yang ingat (berdzikir) pada Allah dengan sendirian, maka mencucurkan air mata. (HR. Bukhari, Muslim)
“Pada hari kiamat Allah akan berfirman: Di manakah orang yang kasih sayeng karena kebesaran-Ku, kini Aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat di mana tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim)

Maraji’
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Al-Ukhuwwah al-Islamiyah, takwin as-Syaksyiyah al-Insaniyah
Dr. Abdul Halim Mahmud, Fiqh Al-Ukhuwwah fi Al-Islami
Ust. Husni Adham Jarror, Bercinta dan Bersaudara karena Allah
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Meraih Nikmatnya Iman

sumber : http://alianoor.wordpress.com/2009/04/25/indahnya-persaudaraan-dalam-islam/

Tuesday, January 24, 2012

Kekuatan Ukhuwah Islamiyah


Ukhuwah Islamiah (persaudaraan Islam) adalah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah, yaitu pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Dan ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata.
Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah Saw. membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam atas muka dunia kurang dari setengah abad.
Pada abad ke-15 Hijriah ini, kita berusaha memperbaharui kekuatan ukhuwah ini, karena ukhuwah memiliki pengaruh kuat dan aktif dalam proses mengembalikan kejayaan umat Islam.
Kedudukan Ukhuwah dalam Islam
Ukhuwah Islamiah adalah nikmat Allah, anugerah suci, dan pancaran cahaya rabbani yang Allah persembahkan untuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan pilihan. Allahlah yang menciptakannya. Allah berfirman,
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“…Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…” (QS: Ali Imran: 103).
Ukhuwah adalah pemberian Allah. Ia berfirman,
لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
“…Walaupun kamu membelanjakan semua (kakayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka… (QS: Al-Anfal: 63)”
وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
“…Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu.” (QS: Ali Imran: 103).
Selain nikmat dan pemberian, ukhuwah juga kelembutan, cinta, dan kasih sayang. Rasulullah Saw. bersabda,
“مثل المؤمنين في توادِّهم وتراحُمِهم، كمثل الجسدِ الواحدِ، إذا اشتكى منه عضوٌ، تداعى له سائرُ الأعضاء بالسهر والحمى”
“Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam kelembutan dan kasih sayang, bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya turut merasakannya.” (HR. Imam Muslim).
Ukhuwah juga membangun umat yang kokoh. Ia adalah bangunan maknawi yang mampu menyatukan masyarakat manapun. Ia lebih kuat dari bangunan materi, yang suatu saat bisa saja hancur diterpa badai atau ditelan masa. Sedangkan bangunan ukhuwah Islamiah akat tetap kokoh. Rasulullah Saw. bersabda,
“المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضًا”
“Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya.” (HR. Imam Bukhari).
Ukhuwan tak bisa dibeli dengan uang atau sekedar kata-kata. Tapi ia diperoleh dari penyatuan antara jiwa dan jiwa, ikatan hati dan hati. Dan ukhuwah merupakan karakteristik istimewa dari seorang mukmin yang saleh. Rasulullah Saw. bersabda,
“المؤمن إلف مألوف، ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف”
“Seorang mukmin itu hidup rukun. Tak ada kebaikan bagi yang tidak hidup rukun dan harmonis.” 
Dan ukhuwah Islamiah ini diikat oleh iman dan taqwa. Iman juga diikat dengan ukhuwah. Allah berfirman,
إنما المؤمنون إخوة
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. (QS: Al-Hujurat: 10).”
Artinya, mukmin itu pasti bersaudara. Dan tidak ada persaudaraan kecuali dengan keimanan. Jika Anda melihat ada yang bersaudara bukan karena iman, maka ketahuilah itu adalah persaudaraan dusta. Tidak memiliki akar dan tidak memiliki buah. Jika Anda melihat iman tanpa persaudaraan, maka itu adalah iman yang tidak sempurna, belum mencapai derajat yang diinginkan, bahkan bisa berakhir dengan permusuhan. Allah berfirman,
الأَخِلاَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS: Al-Zukhruf: 67).

Keutamaan Ukhuwah Islamiah
Dari ukhuwah Islamiah lahir banyak keutamaan, pahala, berpengaruh positif pada masyarakat dalam menyatukan hati, menyamakan kata, dan merapatkan barisan. Orang-orang yang terikat dengan ukhuwah Islamiah memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1. Mereka merasakan manisnya iman. Sedangkan selain mereka, tidak merasakannya. Rasulullah Saw. bersabda,
“ثلاثة من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا الله، وأن يكره أن يعود إلى الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يُقذف في النار”
“Ada tiga golongan yang dapat merasakan manisnya iman: orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang karena Allah, dan ia benci kembali pada kekafiran sebagaimana ia benci jika ia dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Imam Bukhari).
2. Mereka berada di bawah naungan cinta Allah, dilindungi Arasy Al-Rahman. Di akhirat Allah berfirman,
“أين المُتحابُّون بجلالي، اليومُ أُظِلُّهم في ظلي يوم لا ظلَّ إلا ظِلي”
“Di mana orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganku.” (HR. Imam Muslim).
Rasulullah Saw. bersabda,
“إن رجلاً زار أخًا له في قرية أخرى، فأرصد الله تعالى على مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا، فلما أتى عليه، قال: أين تريد؟ قال: أريد أخًا لي في هذه القرية، قال: هل لك من نعمة تَرُبُّها عليه؟ قال: لا، غير أنني أحببته في الله تعالى، قال: فإني رسول الله إليك أخبرك بأن الله قد أحبَّك كما أحببْتَه فيه”
“Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikat-Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, “Mau kemana?” Orang tersebut menjawab, “Saya mau mengunjungi saudara di desa ini.” Malaikat bertanya, “Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?” Ia menjawab, “Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah.” Malaikat pun berkata, “Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kau mencintai saudaramu karena-Nya.” (HR. Imam Muslim).
3. Mereka adalah ahli surga di akhirat kelak. Rasulullah Saw. bersabda,
“من عاد مريضًا، أو زار أخًا له في الله؛ ناداه منادٍ بأنْ طِبْتَ وطاب مَمْشاكَ، وتبوَّأتَ من الجنةِ مَنْزِلاً”
“Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, ‘Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu tempat di surga.” (HR. Imam Al-Tirmizi).
Rasulullah Saw. bersabda,
“إن حول العرشِ مَنابِرَ من نورٍ، عليها قومٌ لِبَاسُهم نورٌ، ووجوهُهم نورٌ، ليسوا بأنبياءَ ولا شهداءَ، يَغبِطُهم النبيُّونَ والشهداءُ”. فقالوا: انعَتْهم لنا يا رسول الله. قال: “هم المتحابُّون في الله، والمتآخون في الله، والمُتزاوِرُون في الله” الحديث أخرجه الحافظ العراقي في تخريجه للإحياء وقال: رجاله ثقات (2/198) عن أبي هريرة رضي الله عنه.
“Sesungguhnya di sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah.” Para sahabat bertanya, “Beritahukanlah sifat mereka wahai Rasulallah. Maka Rasul bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah.” (Hadis yang ditakhrij Al-Hafiz Al-Iraqi, ia mengatakan, para perawinya tsiqat).
4. Bersaudara karena Allah adalah amal mulia dan mendekatkan hamba dengan Allah.
وقد سُئل النبي صلى الله عليه وسلم عن أفضل الإيمان، فقال: “أن تحب لله وتبغض لله…”. قيل: وماذا يا رسول الله؟ فقال: “وأن تحب للناس ما تحب لنفسك، وتكره لهم ما تكره لنفسك”
Rasul pernah ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau bersabda, “…Hendaklah kamu mencinta dan membenci karena Allah…” Kemudian Rasul ditanya lagi, “Selain itu apa wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Hendaklah kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi orang lain sebagaimana kamu membenci bagi dirimu sendiri.” (HR. Imam Al-Munziri).
5. Diampunkan Dosa. Rasulullah Saw. bersabda,
“إذا التقى المسلمان فتصافحا، غابت ذنوبهم من بين أيديهما كما تَسَاقَطُ عن الشجرة
“Jika dua orang Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon.”(Hadis yang ditkhrij oleh Al-Imam Al-Iraqi, sanadnya dha’if).
Syarat dan Hak Ukhuwah
1. Hendaknya bersaudara untuk mencari keridhaan Allah, bukan kepentingan atau berbagai tujuan duniawi. Tujuannya ridha Allah, mengokohkan internal umat Islam, berdiri tegar di hadapan konspirasi pemikiran dan militer yang menghujam agama dan akidah umat. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya…” (HR. Imam Bukhari).
2. Hendaknya saling tolong-menolong dalam keadaan suka dan duka, senang atau tidak, mudah maupun susah. Rasul bersabda, “Muslim adalah saudara muslim, ia tidak mendhaliminya dan tidak menghinanya… tidak boleh seorang muslim bermusuhan dengan saudaranya lebih dari tiga hari, di mana yang satu berpaling dari yang lain, dan yang lain juga berpaling darinya. Maka yang terbaik dari mereka adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Imam Muslim).
3. Memenuhi hak umum dalam ukhuwah Islamiah. Rasul bersabda,
“حق المسلم على المسلم ست: إذا لقيه سلَّم عليه، وإذا عطس أن يشمِّته، وإذا مرض أن يعُوده، وإذا مات أن يشيعه، وإذا أقسم عليه أن يبرَّه، وإذا دعاك فأجِبْه”
“Hak muslim atas muslim lainnya ada enam, yaitu jika berjumpa ia memberi salam, jika bersin ia mendoakannya, jika sakit ia menjenguknya, jika meninggal ia mengikuti jenazahnya, jika bersumpah ia melaksanakannya.” (HR. Imam Muslim).
Contoh Penerapan Ukhuwah Islamiah
1. Rasul mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, antara Aus dan Khazraj. Saat itu Rasul menggenggamkan tangan dua orang, seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dari Anshar. Rasul berkata pada mereka, “Bersaudaralah karena Allah dua-dua.”
Maka Rasulullah mempersaudarakan antara Sa’ad bin Rabi’ dan Abdurrahman bin Auf. Saat itu, Sa’ad langsung menawarkan setengah hartanya kepada Abdurrahman, memberikan salah satu dari dua rumahnya. Bahkan ia siap menceraikan salah satu istrinya supaya bisa dinikahi oleh Abdurrahman.
Pemuliaan keimanan kaum Anshar ini diterima kaum Muhajirin dengan keimanan pula, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata, “Biarkanlah harta, rumah, dan istrimu bersamamu. Tunjukkanlah aku pasar.” Maka Abdurrahman meminjam uang dari Sa’ad, sehingga Allah membukakan pintu-pintu rizki baginya, sehingga Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu sahabat Nabi yang sangat kaya.
Allah berfirman, “Bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madiah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah pada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang diperlihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS: Al-Hasyr: 8-9).
2. Setelah perang Badar, kaum Muslimin menawan 70 orang musyrikin. Salah seorang dari kaum musyrik itu bernama Aziz, saudara kandungnya sahabat Rasul bernama Mus’ab bin Umair.
Ketika Mus’ab melihat saudara kandungnya, ia berkata pada saudaranya yang muslim, “Kuatkanlah ikatannya. Mintalah uang darinya sesukamu, karena ibunya memiliki banyak uang.” Dengan terkejut Aziz berkata, “Apakah seperti ini wasiatmu atas saudaramu?” Mus’ab berkata, “Kamu bukan saudaraku, akan tetapi dia (sambil menunjuk seorang Muslim).” Ini menunjukkan bahwa ukhuwah atas dasar agama lebih kuat dari hubungan darah.
3. Pernah seorang sahabat Rasulullah memberikan segelas air kepada salah satu teman-temannya yang sedang mengembala kambing. Temannya tersebut memberikan air kepada teman kedua. Yang kedua memberikan kepada yang ketiga. Begitulah seterusnya, hingga air tersebut kembali pada yang memberikan air pertama kali, setelah tujuh kali air itu berpindahan tangan.
4. Salah seorang sahabat Rasul bernama Masruq memiliki hutang yang banyak. Namun karena saudaranya bernama Khaitsamah juga berhutang, maka Masruq membayar hutang Khaitsamah tanpa sepengetahuannya. Sedangkan Khaitsamah, mengetahui saudaranya masruq memiliki hutang yang banyak, ia pun membayarnya tanpa sepengetahuannya Masruq.
Semoga Allah menjadikan kita saling bersaudara karena-Nya.
(Oleh : Prof. Dr. Ahmad Abdul Hadi Syahin/eramuslim.com)
http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/cetak/kekuatan-ukhuwah-islamiah

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons