Monday, August 6, 2012

Kebiasaan Saat Puasa, Pemicu Kegemukan


Posted: 02 Aug 2012 09:20 PM PDT
sumber gambar http://sidomi.com/
Setiap tahun, sekitar satu milyar penduduk muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Selain bermakna spiritual yang tinggi, puasa Ramadan memiliki efek yang baik bagi kesehatan, salah satunya menurunkan berat badan. Tidak heran, banyak orang yang memanfaatkan momentum bulan Ramadan untuk menjadi lebih ramping. Sayangnya, pada akhir puasa, keluhan berat badan naik justru semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sesuatu yang salah dengan pola makan yang di gunakan selama ini. Oleh karena itu, ada baiknya mengetahui kebutuhan tubuh agar tidak salah dalam berstrategi.
Secara etimologi, puasa dalam bahasa Arab disebut shiyâm atau shaum, artinya menahan. Sedangkan secara terminologi, shaum adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Tentunya puasa yang baik tak hanya sekedar menahan lapar dan haus, agar tidak batal. Diperlukan kesabaran lebih agar pemaknaannya tak hilang. Misalnya sabar dalam beribadah, mengendalikan amarah, hingga menahan emosi untuk menyantap makanan secara berlebihan saat sahur maupun berbuka puasa.
Penelitian Abed Bakhotmah dari Universitas King Abdul Azis menyebutkan, terdapat empat kebiasaan yang berubah di masyarakat saat bulan puasa tiba. Perubahan tersebut adalah pola makan, pola tidur, aktivitas fisik, serta jenis makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan penelitian, keempat hal ini ternyata memiliki andil yang cukup besar dalam akan menentukan berat badan di akhir puasa nanti. Apakah berat badan akan turun, tetap, atau justru naik.
Mengenal Sumber Energi Tubuh
Secara umum, tubuh kita terdiri atas empat komponen, yaitu cairan, masa otot, lemak, dan organ tubuh. Jika salah satu komponen tersebut berkurang, otomatis berat badan pun akan berkurang. Tentunya modifikasi yang paling sehat untuk menurunkan berat badan adalah dengan mengeliminasi kelebihan lemak.
Lemak berperan utama dalam pembentukan sel. Selain itu, juga berfungsi untuk penyimpanan vitamin, menyusun hormon seksualitas, meregulasi sistem pertahanan tubuh, dan cadangan energi. Di dalam tubuh, lemak berasal dari sumber makanan seperti lemak hewani dan nabati, atau terbentuk dari kelebihan kalori di dalam tubuh.
Kebutuhan kalori sebagai sumber energi salah satunya ditentukan oleh indeks massa tubuh. Indeks tersebut didapat dari perhitungan antara berat badan dan tinggi badan. Ada tiga sumber kalori yang diperlukan oleh tubuh, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Setiap gram karbohidrat dan protein setara dengan 4 kilokalori, sedangkan lemak 9 kilokalori. Setiap harinya, tubuh kita memerlukan sumber energi dari karbohidrat sebanyak 55-65%, protein 12-15%, dan lemak 20-30%.
Ketiga sumber kalori ini akan diubah menjadi energi dalam bentuk glukosa. Zat utama pembuat glukosa adalah karbohidrat. Saat makanan yang mengandung karbohidrat diubah menjadi glukosa, sebagian akan digunakan sebagai energi. Sebagian lainnya disimpan sebagai cadangan glukosa di dalam hati dan otot. Cadangan ini disebut glikogen. Inilah yang menjelaskan mengapa ketika kita berpuasa, saat siang hari terasa lemas, tetapi tidak lama kemudian bugar kembali. Saat glukosa dalam darah habis, tubuh akan memecah glikogen. Jika glikogen telah habis, tubuh akan memecah cadangan lemak menjadi glukosa kemudian protein.
Selain indeks massa tubuh, usia dan aktivitas juga mempengaruhi asupan yang diperlukan tubuh. Misalnya pada remaja yang sedang tumbuh, kebutuhan kalorinya jelas lebih banyak dibanding orang dewasa dengan postur sama.
Aktivitas Fisik dan Pola Makan
Dalam kondisi tidak puasa, kebutuhan rata-rata energi sehari sebesar 2000 kilokalori, sementara saat puasa cenderung menurun. Ketika puasa, jadwal makan berubah menjadi malam hari, yakni selepas magrib dan sebelum subuh. Ada kecenderungan makanan yang dikonsumsi saat berbuka adalah yang berkalori tinggi, sementara saat sahur justru berkalori rendah.
Setiap berbuka puasa, biasanya kolak menjadi makanan pembuka utama. Makanan ini diolah dari pisang, kadang dicampur dengan kolang-kaling dan labu siam, yang disajikan dengan santan dan gula aren. Sedap memang rasanya. Akan tetapi, satu menu kolak tersebut setara dengan kurang lebih 300 Kkal. Belum lagi makanan utama yang hampir tidak bisa tanpa nasi, disertai cemilan antara berbuka dan sahur. Makanan yang dikonsumsi pun biasanya mengandung kalori yang tinggi.
Aktivitas fisik saat puasa pada umumnya menurun. Contohnya bertambahnya jam tidur. Selepas sahur tidur, siang hari tidur lagi, malam pun tidur lebih awal. Berolahraga pun jarang dilakukan. Padahal saat tidur, tubuh akan menganggap kebutuhan energi sebatas untuk tidur. Akibatnya, sumber energi yang tidak terpakai akan disimpan. Bisa dibayangkan berapa banyak kalori yang ditimbun setiap harinya.
Selain dapat menaikkan berat badan,timbunan kalori berupa lemak berpotensi menimbulkan penyakit. Setidaknya ada tiga faktor yang sering muncul dan dapat mempercepat timbulnya penyakit, yaitu tingginya tekanan darah, kadar lemak, dan kadar gula. Maka wajar bila di akhir bulan Ramadhan, kebanyakan orang mengeluh berat badannya naik, bahkan menjadi mudah sakit. Padahal dengan pola makan yang normal dan sesuai dengan kebutuhan, hal tersebut seharusnya bisa dihindari.
Tulisan ini pernah dimuat di rubrik Mimbar Akademik Harian Pikiran Rakyat pada tanggal 26 Juli 2012.

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons