Tuesday, May 8, 2012

Tafsir Al-Ghaasyiyah: Menalari Unta*



(Foto: http://animals.nationalgeographic.com)
Menalari unta bisa jadi akan menyelamatkan Anda dari neraka. Sebab, unta, langit, gunung, dan Bumi adalah sebagian dari ayat-ayat yang diperintahkan-Nya untuk direnungi. Penalaran tentang unta dapat bermula ketika Anda mengkaji makna Surat Al-Ghaasyiyah.

Warga Neraka Makan Kaktus?
Surat Al-Ghaasyiyah merupakan ayat-ayat Makkiyah (diwahyukan di Makkah sebelum hijrah). Bahkan menurut Mohammed Marmaduke Pickthall, surat ini tergolong an early Meccan Surah. Surat Al-Ghaasyiyah, bersama-sama Surat Al-A`la, sering sekali dibaca Rasulullah Saw. pada shalat Jumat.
Surat ini dibuka dengan ayat (1) Hal ataaka ?adiitsu l-ghaasyiyah “Sudahkah sampai kepadamu berita yang menyelubungi?” Terdapat penafsiran bahwaal-ghaasyiyah (sesuatu yang menyelubungi) adalah Hari Kiamat. Sebab hari itu bersifat misterius, terselubung, dan hanya Allah yang mengetahui kapan terjadinya.
Namun, pada umumnya mufassir tidak langsung menafsirkan al-ghaasyiyah sebagai Hari Kiamat. Arti harfiah yang sering dirujuk untuk kata tersebut adalah “pembalasan”. Namun karena yang dimaksud adalah pembalasan atas segala amal perbuatan manusia, maka artinya tetap dinisbatkan kepada Hari Kiamat.
Pada surat Ali Imran ayat 106, Allah berfirman: Yauma tabyadhdhu wujuuhun wa taswaddu wujuuh (“Pada hari itu ada wajah-wajah putih berseri dan ada pula wajah-wajah hitam muram”). Keadaan dua golongan manusia ini kemudian diperinci dalam 15 ayat berikutnya pada Surat Al-Ghaasyiyah.
(2) Wujuuhun yaumaïdzin khaasyi`ah “Wajah-wajah hari itu tunduk menekur,” (3) `Aamilatun naashibah “bekerja, letih,” (4) Tashlaa naaran ?aamiyah “memasuki neraka yang menyala,” (5) Tusqaa min `ainin aaniyah “diberi minum dari mata air mendidih,  (6) Laisa lahum tha`aamun illaa min dharii` “tiada bagi mereka makanan kecuali dari kayu berduri,” (7) Laa yusminu wa laa yughnii min juu` “yang tidak memuaskan dan tidak mengenyangkan dari lapar.”
(8) Wujuuhun yaumaïdzin naa`imah “Wajah-wajah hari itu berseri-seri,” (9) Li sa`yihaa raadhiyah “karena usahanya merasa senang,” (10) Fii jannatin `aaliyah “dalam surga yang tinggi,” (11) Laa tasma`u fiihaa laaghiyah “tidak terdengar di sana omong kosong.” (12) Fiihaa `ainun jaariyah “Di sana mata air mengalir.” (13) Fiihaa sururun marfuu`ah “Di sana singgasana ditinggikan,” (14) Wa akwaabun maudhuu`ah “dan gelas-gelas disediakan,” (15) Wa namaariqu mashfuufah “dan bantal-bantal tersusun,” (16) Wa zaraabiyyu mabtsuutsah “dan permadani terhampar.”
Ayat 2-7 memerinci kenestapaan orang-orang yang mengingkari kebenaran Islam. Sementara ayat 8-16 memerinci kebahagiaan orang-orang yang menerima kebenaran Islam.
Pada ayat (5), terdapat koreksi bahwa Tusqaa itu bukan diminumkan, lebih tepat disiramkan. Adapun kata “min” setelahnya, menunjukkan pengkhususan. Artinya, penghuni neraka tidak disiram selain dari mata air mendidih tersebut. Sementara makanan penghuni neraka dalam ayat (6), yaitu ‘kayu yang berduri’ ditafsirkan sebagai kaktus. Kaktus adalah tanaman yang paling mendekati gambaran “kayu berduri tersebut”.

Menalar Bekal Beriman
Ayat (17) menyatakan: Afalaa yanzhuruuna ilaa l-ibili kaifa khuliqat “Maka tidakkah mereka menalari kepada unta bagaimana diciptakan?” Kemudian disusul ayat-ayat berikutnya: (18) Wa ilaa s-samaaï kaifa rufi`at “dan kepada langit bagaimana ditinggikan?” (19) Wa ilaa l-jibaali kaifa nushibat “dan kepada gunung-gunung bagaimana ditegakkan?” (20) Wa ilaa l-ardhi kaifa suthi?at “dan kepada Bumi bagaimana dihamparkan?”
Kata ‘yanzhuruun’ merupakan derivasi dari ‘nazhar’ yang diindonesiakan menjadi ‘nalar’. Oleh karena itu, terjemahan yang tepat untuk ‘yanzhuruun’ menurutnya adalah ‘mereka menalari’. Pada ayat 17-20, Allah memerintahkan manusia untuk menalari (meneliti, bukan sekadar memperhatikan) penciptaan unta, pembentukan langit, pemancangan gunung-gunung, dan penghamparan Bumi. Secara bahasa kontemporer, Allah memerintahkan kita untuk mengembangkan biologi, astronomi, vulkanologi, dan geologi.
Kata ‘nazhar’ dalam ilmu balaghah sebenarnya punya dua makna. Pertama, nazhaara ila yang berarti melihat biasa, bukan meneliti. Kedua, nazhaara secara fiqh yang berarti pemikiran atau dugaan yang menghasilkan suatu pengetahuan. Makna terakhir inilah yang cocok dengan penafsiran di atas.
Kata ‘khuliqat’ adalah bentuk fi’il madhi (kata kerja pasif) dari kata khalaqa. Khalaqa berarti menciptakan sesuatu di luar kelaziman tapi dalam batas yang bisa dikaji secara ilmiah oleh manusia. Atau bisa juga berarti Allah pencipta segala sesuatu.
Ayat (17) pun dapat ditafsir dari sudut pandang Biologi. Sebenarnya, unta belum diketahui proses evolusinya, bukti-bukti perkembangan fosilnya belum sepenuhnya terungkap. Fosil unta tertua dan terbesar ditemukan di Syria. Ukurannya kira-kira dua kali lipat unta saat ini. Kemungkinan besar, unta berkerabat dengan hewan llama di Amerika Selatan, yak di daerah Asia Tengah dan jerapah di Afrika.
Unta sepertinya memang diciptakan khusus untuk daerah berpadang pasir. Kapasitas air di punuknya mencapai 40 liter. Bentuk kakinya pun cocok untuk berpijak di padang pasir tanpa tenggelam. Telapak kakinya agak melebar sedikit ke sisi.
Namun, terdapat terjemahan ibil yang berbeda. Ada yang mengartikan ibil sebagai awan, bukan unta. Dasarnya, dalam kamus Lisanul Arab, ibil juga berarti awan yang mengandung air. Alasan lain, ayat-ayat setelah kata ibil berbicara soal langit, gunung dan bumi. Jika diterjemahkan sebagai awan, maka keseluruhan ayat 17-20 akan lebih menyatu.
Mengenai penciptaan langit dalam ayat (18), terdapat penafsiran bahwa makna “langit yang ditinggikan” adalah pembentukan atmosfer yang bertahap dan berlapis. Lapisan terbawah adalah troposfer yang mengandung oksigen untuk makhluk hidup. Lapisan teratas adalah ionosfer yang mengandung ozon untuk melindungi Bumi dari sengatan sinar Matahari dan benda-benda asing. Lapisan terakhir ini juga memantulkan gelombang radio untuk komunikasi jarak jauh.
Atmosfer Bumi adalah salah satu ciptaan Allah yang betul-betul disiapkan, punya manfaat, tidak sia-sia. Sedangkan kondisi atmosfer planet Mars dan Venus tidak begitu ramah. Atmosfer Mars terlalu tipis sehingga sinar-sinar berbahaya dari Matahari leluasa masuk, menguapkan air dan membunuh kehidupan. Venus sebaliknya. Atmosfernya terlalu tebal karena tingginya CO2. Akibatnya, efek rumah kaca juga menguapkan air di permukaan Venus.
Makna samaa’ atau langit menurut Moedji secara astronomi adalah “batas pandangan”. Batas ini tentunya berkembang seiring kemampuan teknologi manusia. Makin besar teleskop, semakin jauh kita dapat melihat objek-objek yang jauh. Informasi yang terlihat oleh teleskop dibawa oleh cahaya. Semakin jauh kita melihat, berarti semakin mampu kita melihat objek-objek langit yang tercipta lebih awal.
Selepas penciptaan langit, giliran penciptaan gunung dan Bumi yang dibahas pada ayat berikutnya. Terdapat penuturan singkat mengenai sekelumit proses terjadinya gunung berapi maupun jenis gunung lainnya. Sedangkan proses tektonik lempeng yang sebelumnya telah dibahas pula dalam diskusi Surat Az-Zalzalah. Fungsi gunung sendiri adalah sebagai pasak berkat akar massanya di bawah permukaan. Ukuran akar massa tersebut dapat mencapai 2-3 kali tinggi gunung di permukaan.


Beriman adalah Pilihan
Ayat (21) Surat Al-Ghaasyiyah berbunyi Fa dzakkir innamaa anta mudzakkir “Maka berilah peringatan! Sesungguhnya engkau hanyalah pemberi peringatan.” Kemudian dilanjutkan ayat (22): Lasta `alaihim bi mushaithir “Bukanlah engkau atas mereka pemaksa.”
Tugas umat Islam hanyalah berdakwah, memberikan peringatan bagi yang tidak mau beriman. Jika mereka ngotot tidak mau juga menerima Islam, maka Allah akan menangani mereka sebagaimana dijelaskan dalam empat ayat terakhir Surat Al-Ghaasyiyah:
(23) Illaa man tawallaa wa kafar “Kecuali orang yang berpaling dan ingkar, (24) Fa yu`adzdzibuhu l-laahu l-`adzaaba l-akbar “maka Allah menyiksanya dengan siksa yang besar.” (25) Inna ilainaa iyaabahum “Sesungguhnya kepada Kami tempat kembali mereka,” (26) Tsumma inna `alainaa ?isaabahum “kemudian sesungguhnya urusan Kami perhitungan mereka!”.
Wallahu a’lam bis showab.


*Dikutip dari Diskusi Tafsir Salman , Senin (14/2/2011) di Rumah Alumni Salman. Menghadirkan Dr. Sony Heru Sumarsono dan Dr. Moedji Raharto sebagai penanggap dari aspek sains. Turut hadir pula, Ustadz Aceng dari Divisi Pelayanan Dakwah Salman ITB untuk mengupas aspek bahasa surat tersebut. Makalah utama yang ditulis oleh Irfan Anshory menjadi bahan kupasan saat itu. 
Tafsir Al-Ghaasyiyah: Menalari Unta* from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons