Wednesday, May 9, 2012

Jujur Itu Indonesia

Pita biru, simbol kejujuran aktivis Mantep GAN. (Foto: Sirin Z)
Berani memulai sesuatu yang menjadi terobosan baru dan menggebrak sistem yang sudah telanjur mengakar bukanlah hal yang mudah. Butuh keberanian dan keteguhan hati, bahkan untuk sekadar meniatkannya. Sama halnya dengan memperjuangkan kejujuran di tengah merebaknya kecurangan, kebohongan dan kemunafikan. Banyak yang harus ditanggung oleh yang mau memperjuangkan kebenaran serta kejujuran.
Sejak dulu hingga kini, fakta berbicara bahwa revolusi membutuhkan pengorbanan. Tak perlu jauh-jauh flash back ke masa Rasulullah Muhammad SAW. Lihat saja di Indonesia, rezim Orde Baru yang telah bercokol selama 32 tahun nyatanya dapat digulingkan. Kendati demikian, korban tak terelakkan. Jiwa dan harta dipertaruhkan demi reformasi.
Akan tetapi, perubahan tidak melulu dramatis seperti itu. Tak terkecuali saat memperjuangkan kebenaran dan kejujuran dalam pelaksanaan ujian. Namun, jelas harus selalu ada yang ditanggung. Cibiran dan cemoohan akan jadi santapan. Begitupun dengan pandangan-pandangan skeptis.
Butuh keberanian untuk menjadi berbeda dari yang lain, juga mental yang kuat untuk mengantisipasi cibiran dan cemoohan.
Di era revolusi ini, bukannya secara otomatis bumi Indonesia terbebas dari perkara kebohongan, kelicikan dan tetek bengeknya. Kalau dipikir-pikir, secara halus perkara mengenai ketidakjujuran itu malah semakin menyebar secara sporadis ke banyak lini, termasuk pendidikan. Contoh kecilnya, fenomena Ujian Nasional (UN).
Sudah jadi rahasia umum kalau UN menjadi ajang bagi murid sekaligus praktisi pendidikannya untuk bermain-main dengan kecurangan. Rupa-rupanya fakta itulah yang menggelitik sekelompok murid di SMA 5 Bandung dua tahun silam. Jadilah kelompok Mandiri Terpercaya Gerakan Anti Nyontek Pelajar Nasional (Mantep GAN) ini terbentuk. Dengan tagline bernada optimis ‘Karena Jujur Itu Indonesia’ anak-anak muda harapan bangsa ini hingga sekarang masih memperjuangkan UN yang bersih dan jujur.
Pada UN yang baru saja berlangsung dua mingguan lalu, para aktivis Mantep GAN ini mengenakan pita biru sebagai modus perjuangan. Menurut Fadly (17), di SMA 5 Bandung sendiri, cara tersebut cukup berhasil mengkonfrontasi murid-murid lainnya untuk turut tidak menyontek. Semakin hari, menurut ketua Mantep GAN tersebut, semakin banyak murid yang ikut mengetakan pita biru meski karena rasa malu atau hanya saat ujian mata pelajaran tertentu.
Membudayakan kejujuran perlu yang namanya kontinuitas. Perlu pemahaman, perlu kesadaran diri. Setelah itu baru ingatkan orang lain.
“Jangan takut memperjuangkan sesuatu yang benar!” Begitu tandas pemuda yang bercita-cita masuk ITB ini. Meski ketidakbenaran sudah membudaya, jangan takut. Karena mau tidak mau, harus ada yang memulai perjuangan. [Fe]
Jujur Itu Indonesia from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami


0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons