Wednesday, April 11, 2012

Jalan Juang Tertinggi...

Jihad! Mendengar kata tersebut, tentunya kita akan memiliki interpretasi yang berbeda-beda, baik yang bermakna positif maupun negatif. Jihad berasal dari kata “jahada”  yang memiliki arti “bersungguh-sungguh”. Dalam islam, jihad dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu jihad besar dan  jihad kecil. Jihad besar merupakan jihad terhadap hawa nafsu pribadi, sedangkan jihad kecil merupakan jihad terhadap orang-orang kafir dan dzalim.
Dalam Islam, jihad merupakan hal yang sangat mulia. Jihad tidak dikatakan jihad yang sebenarnya melainkan apabila jihad itu ditujukan untuk menegakkan kalimat-Nya, mengibarkan panji kebenaran, menyingkirkan kebathilan dan menyerahkan segenap jiwa raga untuk mencari keridhaan Allah. Akan tetapi bila seseorang berjihad untuk mencari dunia, maka tidak dikatakan jihad yang sebenarnya. Jihad yang seperti itu ialah jihad fisabilillah, yakni perjuangan yang bernar-benar kerana Allah SWT dan untuk Allah SWT semata. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. At Taubah : 41
artinya : “Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” Kemuliaan jihad ini tersirat dalam sebuah lirik lagu nasyid berjudul “Bingkai Kehidupan”,
. . .
ﷲﺍ adalah tujuan kami,
Rasulullah teladan kami
Alqur?an pedoman hidup kami,
Jihad adalah jalan juang kami
Mati di jalan ﷲﺍ adalah,
Cita-cita kami tertinggi
. . .
Ya, demikianlah jihad dimaknai sebagai suatu jalan juang untuk memperoleh syahid (mati di jalan Allah), maka jihad pun menjadi cita-cita tertinggi dalam hidup ini. Sudahkah kita memaknai jihad seperti itu?
Untuk mencapai pemaknaan jihad seperti lirik lagu tersebut, kita harus tau tujuannya terlebih dahulu. Tujuan utama dari berjihad di antaranya ialah untuk (1) menegakkan kalimatullah (kalimat Allah), (2) menolong orang-orang yang teraniaya, (3) menghadapi musuh-musuh, menjaga, dan menegakkan dinnul Islam.


Hukum berjihad ialah fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.
Fardhu ‘ain ketika terjadi kondisi-kondisi berikut:
1. Jika Imam memberikan perintah berjihad
Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa nabi Muhammad saw bersabda pada hari Futuh Mekkah:
"Tidak ada hijrah selepas Fathu Mekkah, tetapi yang ada jihad dan niat, Jika kalian diminta berangkat berperang, maka berangkatlah." (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, Darimi dan Ahmad)
Makna Hadist ini : "Jika kalian diminta oleh Imam untuk pergi berjihad maka pergilah"
Ibnu Hajjar mengatakan : "Dan didalam hadist tersebut mengandung kewajiban fardu ain untuk pergi berperang atas orang yang ditentukan oleh Imam."

2. Jika musuh menyerang kaum muslimin
Jika musuh menyerang kaum muslimin maka jihad menjadi fardhu ain bagi penghuni wilayah tersebut. Sekiranya penghuni wilayah tsb tidak memadai (dalam halo rang dan persenjataan) untuk menghadapi musuh, maka kewajiban meluas kepada kaum muslimin yang berdekatan dengan wilayah tsb, dan seterusnya demikian jika belum memadai juga. Jika demikian,  jihad menjadi fardhu ain bagi yang berdekatan berikutnya hingga tercapai kekuatan yang memadai. Dan sekiranya belum memadai juga, maka jihad menjadi fardhu ain bagi seluruh kaum muslimin diseluruh belahan bumi.
3. Jika bertemu dua pasukan, pasukan kaum Muslimin dan pasukan kuffar.
Jika barisan kaum muslimin dan barisan musuh sudah berhadapan, maka jihad menjadi fardhu ain bagi setiap
orang Islam yang menyaksikan keadaan tersebut. Haram berpaling meninggalkan barisan kaum Muslimin.
Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)". (QS Al-Anfal 15)
Fardhu Kifayah ketika:
Sebagian kaum muslimin dalam kadar dan persediaan yang memadai, telah mengambil tanggung-jawab melaksanakannya, maka kewajiban jihad terbebas dari seluruh kaum muslimin. Mudahnya, apabila jihad telah dilakukan oleh sebagian muslim, maka gugur kewajibannya bagi sebagian muslim yang lain dan sebagian yang lain itu tidak berdosa walau tidak melakukannya. Tetapi sebaliknya jika tidak ada yang melaksanakannya, maka kewajiban itu tetap dan tidak gugur, dan kaum muslimin semuanya berdosa.

Jihad dapat dikelompokkan menjadi 4 macam sehingga kita dapat lebih spesifik lagi dalam memahami jihad.
  1. Jihad terhadap nafsu, yaitu jihad untuk (a)  mempelajari ilmu, (b) mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, (c) mendakwahkan (menyerukan kebaikan) ilmu tersebut, (d) bersabar.
  2. Jihad terhadap godaan syaitan, yaitu dengan (a) memerangi segala keragu-raguan (syubhat) dan (b) memerangi hawa nafsu yang dikendalikan oleh syaitan.
  3.  Jihad terhadap orang kafir dan munafik, yaitu dengan (a) hati, (b) lisan, (c) harta, (d) tangan.
  4.  Jihad terhadap orang dzalim, pelaku bid’ah, dan siapa saja yang memusuhi Islam, yaitu (a) dengan tangan, bila tidak  mampu menggunakan tangan, maka bisa (b) dengan lisan, bila tidak mampu dengan hati, maka (selemah-lemahnya) bisa (c) dengan hati.

Keutamaan Jihad di antaranya,
1.  Geraknya mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah) di medan perang itu diberikan pahala oleh Allah. [Lihat at-Taubah:120-121].
2.   Jihad adalah perdagangan yang untung dan tidak pernah rugi. [Lihat ash-Shaaf: 10-13]
3.  Jihad lebih utama daripada meramaikan Masjidil Haram dan memberikan minum kepada jama’ah haji. [Lihat at-Taubah: 19-21]
4.   Jihad merupakan satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). [Lihat at-Taubah: 52]
5.   Jihad adalah jalan menuju Surga. [Lihat Ali ‘Imran: 142]
6.   Orang yang berjihad, meskipun dia sudah mati syahid namun ia tetap hidup dan diberikan rizki. [Lihat Ali ‘Imran: 169-171]
7.  Orang yang berjihad seperti orang yang berpuasa tidak berbuka dan melakukan shalat malam terus-menerus. [HR. Al-Bukhari (no. 2785), Muslim (no. 1878), at-Tirmidzi (no. 1619) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.]
8.  Sesungguhnya Surga memiliki 100 tingkatan yang disediakan Allah untuk orang yang berjihad di jalan-Nya. Antara satu tingkat dengan yang lainnya berjarak seperti langit dan bumi. [HR. Al-Bukhari (no. 2790) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu]
9.  Surga di bawah naungan pedang. [HR. Al-Bukhari (no. 3024-3025) dari Sahabat ‘Abdullah bin Abi ‘Aufa Radhiyallahu ‘anhu]
10. Orang yang mati syahid mempunyai 6 keutamaan: (1) diampunkan dosanya sejak tetesan darah yang pertama, (2) dapat melihat tempatnya di Surga, (3) akan dilindungi dari adzab kubur, (4) diberikan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat pada hari Kiamat, (5) diberikan pakaian iman, dinikahkan dengan bidadari, (6) dapat memberikan syafa’at kepada 70 orang keluarganya. [HR. At-Tirmidzi (no. 1663), Ibnu Majah (no. 2799) dan (Ahmad IV/131) dari Sahabat Miqdam bin Ma’di al-Kariba Radhiyallahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”]
11. Orang yang pergi berjihad di jalan Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya. [HR. Bukhari (no. 2792), Fat-hul Baari (VI/13-14) dari Sahabat Anas bin Malik.]
12. Orang yang mati syahid, ruhnya berada di qindil (lampu/ lentera) yang berada di Surga. [HR. Muslim (no. 1887) dan Tirmidzi (no. 3011) dari Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu]
13. Orang yang mati syahid diampunkan seluruh dosanya kecuali hutang. [HR. Muslim (no. 1886) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu at-Tirmi-dzi (no. 1640), dari Sahabat Anas Radhiyallahu ‘anhu, shahih.]


0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons