Saturday, June 30, 2012

H-20 menuju 1 Ramadhan...

Friday, June 29, 2012

H-21 menuju 1 Ramadhan...

Thursday, June 28, 2012

H-22 menuju 1 Ramadhan...

Wednesday, June 27, 2012


H-23 menuju 1 Ramadhan...

Tuesday, June 26, 2012

H-24 menuju 1 Ramadhan...

Monday, June 25, 2012

H-25 menuju 1 Ramadhan...

Sunday, June 24, 2012

H-26 menuju 1 Ramadhan...

Saturday, June 23, 2012

H-27 menuju 1 Ramadhan...

Friday, June 22, 2012

H-28 menuju Ramadhan...

Thursday, June 21, 2012

PMB KM3


H-29 menuju 1 Ramadhan...

Wednesday, June 20, 2012

H-30 menuju 1 Ramadhan. Mari siapkan diri. :)

Sunday, June 17, 2012

Niat Nan Suci


Award Achievment

Atas pencapaiannya terhadap amanah yang diemban oleh yang bersangkutan

Tafsir Al-’Alaq (1): Menerka Tali Kematian



(Gambar dari: musyafucino.wordpress.com)
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya. Yaitu ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka” (QS. Al Alaq : 15-16)
Nasiyah dalam Qur’an sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan padanan “ubun-ubun”. Ubun-ubun sering diasosiasikan sebagai bagian depan kepala manusia. Namun, apakah benar nasiyah yang dimaksud adalah ubun-ubun yang selama ini kita kenal? Beberapa fenomena menunjukkan, manusia yang ubun-ubunnya penyok akibat kecelakaan masih tetap bertahan hidup sampai sekarang. Atau, jika kita melukai ubun-ubun singa, yang ada hanya tergoreslah kepalanya. Singa masih mampu bertahan hidup.
Kerancuan mengenai terjemahan nasiyah ini menjadi bahasan Diskusi Tafsir Ilmiah pada Jumat lalu. Dr. Sony Heru Sumarsono dari Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH) ITB menjadi pembahas utama untuk memaknai nasiyah dalam sudut pandang Biologi. Turut hadir pula Ustadz Aceng dari Divisi Pelayanan Dakwah (DPD) Salman ITB sebagai peninjau dari segi bahasa.
Dari segi bahasa, Ustadz Aceng menekankan pentingnya mengkaji makna haraf (kata depan) yang mengawali sebuah kata.  Kemudian, Aceng menjelaskan kata “ba” sebagai kata depan yang mendahului kata nasiyah (“bin nasiyah”) mengisyaratkan makna nasiyah sebagai pusat kesadaran manusia.
Makna yang bisa mendukung bahwa nasiyah ini mempunyai pusat kesadaran ialah musohabah yang artinya disertai. Dari makna ini, dapat disimpulkan bahwa apabila anggota badan manusia berbuat dosa, maka jidat ikut disiksa. Kemudian, apabila mkana ba diberi arti ta’wid, yaitu pengganti, maka makna ini mengisyaratkan apabila ketika nggota tubuh berbuat dosa, maka yang akan menerima siksaannya adalah jidat. Jadi, jidat bertanggung jawab terhadap perbuatan dosa yang diperbuat anggota badan lainnya. Berdasarkan makna di atas, maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa nasiyah itulah yang menjadi pusat perintah dari semua organ tubuh.
Kepala Merupakan Tali Kematian?
Dalam slide presentasinya, Sony Heru memaparkan ayat-ayat dalam tiga surat mengenai ubun-ubun. Di antaranya adalah Surat Al-‘Alaq (96):  15-16 (Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka), Surat Ar-Rahmaan (55): 41 (Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandannya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka), dan Surat Hud (11): 56 (Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun, melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus ).
Apabila merujuk pada Surat Al-‘Alaq dan Surat Ar-Rahman, Allah menarik serta memegang ubun-ubun orang-orang yang durhaka dan berdosa. Namun, jika merujuk pada Surat Hud, dijelaskan tidak ada suatu binatang melata pun, melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Mengacu pada footnote Qur’an terjemahan miliknya, Sony menganggap binatang melata adalah segenap makhluk Allah yang bernyawa. Jadi, Allah memegang ubun-ubun semua makhluk bernyawa, tak terkecuali yang manusia yang beriman atau pun durhaka.
Jika mendengar term ubun-ubun, kebanyakan orang Indonesia biasanya membayangkan sebuah area di atas permukaan kepala bagian depan. Dalam istilah biologi, area tersebut dinamakan fontanel anterior. Pada saat bayi lahir, tulang tengkorak—termasuk fontanel anterior saling tumpang tindih dengan tulang-tulang tengkorak lain sehingga ukuran kepalanya kecil. Namun, jika telah dewasa, tulang-tulang tersebut saling merenggangkan diri sehingga ukuran kepala pun besar. Ubun-ubun orang dewasa merujuk pada pengertian ubun-ubun pada saat bayi.
Terdapat kecenderungan, manusia menganggap bahwa ubun-ubun adalah kelemahan dari tubuh kita. Oleh karena itu, manusia menganggap kepala harus dilindungi, baik dengan memakai pengikat kepala yang sederhana, blangkon, maupun helm. Jadi, jika kepala kita dipotong, ditembak,  atau digantung, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan mati.
Pertanyaannya, apakah orang yang ubun-ubun di kepalanya penyok karena kecelakaan masih bisa hidup? Steven Cloak dari Inggris, walaupun kepala bagian depannya penyok rupanya masih tetap dapat hidup. Cloak, terluka setelah dia dipukul oleh temannya yang mabuk bir. Kepala Cloak pun mengalami luka serius dan harus mendapat banyak jahitan. Dokter bedah harus bekerja kerjas untuk menyusun keping demi keping tulang tengkorak Cloak. Cloak sembuh. Namun jidatnya membentuk lubang besar. Ajaibnya, Cloak masih tetap hidup. Allah SWT masih belum mencabut “ubun-ubunnya”.
Kematian Bisa Datang dari Sebab Apapun
Kemudian, Sony mencontohkan singa yang memiliki surai yang melingkari kepalanya. Bukan tanpa alasan Allah menciptakan surai tersebut di area yang spesifik pada singa. Pada bagian leher, surai bulu tumbuh dengan lebat. Hal ini dikarenakan karena leher merupakan bagian vital dari  tubuh singa yang bisa menyebabkan kematian jika terluka. Jika singa bertarung, lawannya sulit menggigit leher karena terhalang surai lebat yang tumbuh di sekitar lehernya. Namun, apabila bagian kepala sang singa diserang, ia hanya akan mengalami luka-luka.
Rupanya, terdapat kelemahan makhluk hidup yang lain selain kepala. Urat leher. Pembuluh darah pada leher berfungsi  untuk mensuplai darah ke otak. Jika leher kita terluka, proses penyaluran darah ke otak akan terhambat. Nutrisi bagi otak pun tidak ada.
Sony berpendapat, jika “ubun-ubun” mengarah pada hubungan makhluk hidup dengan Allah, tampaknya “ubun-ubun” bermakna “tali kematian”. Lokasinya tidak pasti. Menurut Sony mungkin saja “ubun-ubun” sebagai tali kematian itu memang letaknya berada di kepala. Namun, kurang tepat jika letaknya berada di depan kepala seperti yang selama ini sudah banyak diamini. Sony meyakini jika medulla oblongata merupakan bagian otak paling mungkin untuk dikatai sebagai “tali kematian”. Medulla oblongata ialah salah satu bagian dari batang otak yang merupakan titik awal saraf tulang belakang. Bagian ini mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
Definisi dari kematian sendiri, yang telah disepakati dalam ilmu kedokteran adalah ketidakadaan sinyal listrik pada otak. Menurut Sony, orang yang mati suri kemungkinan masih memiliki medulla oblongata yang berfungsi walaupun anggota tubuh lain tidak. Jika kepala manusia diputus, koordinasi antara otak dan organ-organ tubuh lain pun ikut putus. Otak pun tak bisa lama sendiri hidup karena otak memerlukan suplai oksigen melalui darah dari jantung. Jika jantung turut berhenti berdenyut, maka lama kelamaan otak akan kekurangan oksigen dan mati.
Beberapa hewan memiliki keunggulan tertentu. Keunggulan tersebut adalah ketika hewan tersebut dipotong kepalanya, seluruh anggota tubuhnya masih tetap hidup dalam waktu yang lebih lama dibanding manusia. Contohnya entog. Jika entog disembelih dan sayapnya tidak ditali, akan sangat memungkinkan bahwa ia akan terbang tanpa kepala walaupun lama-lama kelak akan mati. Mereka memiliki ganglion-ganglion yang saling berikatan satu sama lain. Ganglion dapat mengendalikan organ-organ tubuh bagian bawah tanpa bantuan kepala hewan tersebut.  Jadi, Sony menyimpulkan, tali kematian hewan-hewan tersebut mungkin terletak pada ganglion.
Walaupun Sony cenderung menyimpulkan bahwa “ubun-ubun” alias tali kematian manusia terletak pada medulla oblongata, sebenarnya terdapat fenomena kematian lain yang bukan disebabkan oleh non-fungsi dari otak. Terdapat penyebab lain yang dapat mengakibatkan manusia mati. Misalnya, ginjalnya rusak atau paru-parunya tidak berfungsi lagi. Sony kemudian mengambil contoh kasus wafatnya Menteri Kesehatan beberapa waktu yang lalu, Endang Rahayu. Baik jantung, ginjal, serta otak dari Endang masih bisa berfungsi. Endang bahkan sempat membuat email beberapa saat sebelum kematiannya. Paru-parunya lah yang tidak berfungsi sedemikian mestinya.
Hal tersebut menunjukkan betapa kuasanya Allah mencabut nyawa kita dengan beragam rupa. Yang jelas, Sony berpendapat “ubun-ubun” merupakan tali nyawa kita dengan Allah. Namun, Allah lebih berkuasa atas penentuan nasib kita. Apakah Allah akan mencabut nyawa kita dengan mematikan fungsi otak, fungsi jantung, atau fungsi ginjal—semuanya terserah padaNya.
Bukan Satu Organ Tubuh
Diskusi tafsir ilmiah ini kemudian menyimpulkan,  nasiyah (“ubun-ubun”) fungsinya mirip dengan qalbu. Qalbu (sering diterjemahkan sebagai “hati”) bukan satu organ tubuh yang bekerja sama satu sama lain sehingga manusia bisa merasakan sesuatu. Qalbu dalam konteks alquranan bukanlah jantung (heart) ataupun hati (liver), namun suatu sistem perasaan.
Begitu pun dengan “ubun-ubun” yang melibatkan seluruh organ tubuh. Orang lain bisa saja memegang kepala Anda, tetapi ia tidak bisa memegang tali kematian Anda. Hal ini karena ia tidak tahu letak tali kematian Anda. Bisa saja Allah tarik tali kematian manusia lewat jantung yang berhenti berdetak. Sehingga, perdebatan mengenai posisi “ubun-ubun” seharusnya tidak perlu kian berlarut. Tuhan dapat mematikan kita dengan cara apapun.
Sony berpendapat, pelajaran yang dapat kita ambil setelah menelaah ayat mengenai “ubun-ubun” adalah sadar apabila hidup kita selalu diawasi Tuhan. Allah dapat menarik “ubun-ubun” Anda kapan saja. Anda tidak memiliki waktu untuk mengelak. Sepatutnya, kita dapat mengambil pelajaran dari QS. Al-Mu’minuun ayat 99-100. Dalam dua ayat tersebut, kaum musyrikin yang sudah dihisab amal perbuatannya meminta agar dikembalikan kembali ke dunia. Tujuannya, tentu untuk berbuat saleh setelah dikembalikan ke dunia. Namun, Allah tidak memberi kesempatan macam itu.
“Anda tidak dapat menerka berapa lama Anda hidup di muka bumi ini. Jadi berbuat baiklah sebanyak-banyaknya. Asal diimbangi dengan kecerdikan sehingga Anda tidak mudah ditipu orang,” pungkas Sony.***
Posted: 11 Jun 2012 11:47 PM PDT
Tafsir Al-’Alaq (1): Menerka Tali Kematian from Masjid Salman ITB - Menuju Masyarakat Informasi Islami

Saturday, June 16, 2012

Masya Allah, Pria Ini Mengislamkan Jutaan Orang

REPUBLIKA.CO.ID, Jad adalah seorang pria keturunan Yahudi. Di pertengahan hidupnya, ia memeluk agama Islam. Setelah bersyahadat, ia mengubah namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani.  

Jad pun memutuskan hidupnya untuk berkhidmat dalam dakwah Islamiyah. Dia berdakwah ke negara-negara Afrika dan berhasil mengislamkan jutaan orang.

Sejatinya, Ibunda Jadullah adalah Yahudi fanatik, seorang dosen di salah satu lembaga tinggi. Namun di tahun 2005, dua tahun setelah kematian Jadullah, ibunya memeluk agama Islam.
 
Ibunda Jadullah menuturkan, putranya menghabiskan usianya dengan berdakwah. Dia mengaku telah melakukan beragam cara untuk mengembalikan putranya pada agama Yahudi. Namun, selalu gagal. 
 
''Mengapa seorang Ibrahim yang tidak berpendidikan dapat mengislamkan putraku,'' ujar sang ibu terheran-heran. Sedangkan dia yang berpendidikan tinggi tak mampu menarik hati putranya sendiri kepada agama Yahudi.

                                                                        ***

Kisah Jad dan Ibrahim
 
Lima puluh tahun lalu di Prancis, Jad bertetangga dengan seorang pria Turki berusia 50 tahun. Pria tersebut bernama Ibrahim. Ia memiliki toko makanan yang letaknya di dekat apartemen tempat keluarga Jad tinggal. Saat itu usia Jad baru tujuh tahun.
 
Jad seringkali membeli kebutuhan rumah tangga di toko Ibrahim. Setiap kali akan meninggalkan toko, Jad selalu mengambil coklat di toko Ibrahim tanpa izin alias mencuri. 
 
Pada suatu hari, Jad lupa tak mengambil coklat seperti biasa. Tiba-tiba, Ibrahim memanggilnya dan berkata bahwa Jad melupakan coklatnya. Tentu saja Jad sangat terkejut, karena ternyata selama ini Ibrahim mengetahui coklatnya dicuri. Jad tak pernah menyadari hal tersebut, dia pun kemudian meminta maaf dan takut Ibrahim akan melaporkan kenakalannya pada orang tua Jad.
 
"Tak apa. Yang penting kamu berjanji tidak akan mengambil apapun tanpa izin. Lalu, setiap kali kamu keluar dari sini, ambillah cokelat, itu semua milikmu!" ujar Ibrahim. Jad pun sangat gembira.
 
Waktu berlalu, tahun berubah. Ibrahim yang seorang Muslim  menjadi seorang teman bahkan seperti ayah bagi Jad, si anak Yahudi. Sudah menjadi kebiasaan Jad, dia akan berkonsultasi pada Ibrahim setiap kali menghadapi masalah. 

Dan setiap kali Jad selesai bercerita, Ibrahim selalu mengeluarkan sebuah buku dari laci lemari, memberikannya pada Jad dan menyuruhnya membuka buku tersebut secara acak. Saat Jad membukanya, Ibrahim kemudian membaca dua lembar dari buku tersebut kepada Jad dan memberikan saran dan solusi untuk masalah Jad. Hal tersebut terus terjadi. 

Hingga berlalu 14 tahun, Jad telah menjadi seorang pemuda tampan berusia 24 tahun. Sementara Ibrahim telah berusia 67 tahun.
 
Hari kematian Ibrahim pun tiba. Namun sebelum meninggal, dia telah menyiapkan kotak berisi buku yang selalu dia baca acapkali Jad berkonsultasi. Ibrahim menitipkannya kepada anak-anaknya untuk diberikan kepada Jad sebagai sebuah hadiah.
 
Mendengar kematian Ibrahim, Jad sangat berduka dan hatinya begitu terguncang. Karena selama ini, Ibrahim satu-satunya teman sejati bagi Jad, yang selalu memberikan solusi atas semua masalah yang dihadapinya. 

Selama 17 tahun, Ibrahim selalu mempelakukan Jad dengan baik. Dia tak pernah memanggil Jad dengan "Hei Yahudi" atau "Hei kafir" bahkan Ibrahim pun tak pernah mengajak Jad kepada agama Islam.

                                                                               ***
 
Hari berlalu, setiap kali tertimpa masalah, dia selalu teringat Ibrahim. Jad pun kemudian mencoba membuka halaman buku pemberian Ibrahim. Namun, buku tersebut berbahasa arab, Jad tak bisa membacanya. Ia pun pergi menemui salah satu temannya yang berkebangsaan Tunisia. Jad meminta temannya tersebut untuk membaca dua lembar dari buku tersebut. Persis seperti apa yang biasa Ibrahim lakukan untuk Jad. 
 
Teman Jad pun kemudian membaca dan menjelaskan arti dua lembar dari buku yang dia baca kepada Jad. Ternyata, apa yang dibaca sangat pas pada masalah yang tengah dihadapi Jad. Temannya pun memberikan solusi untuk masalah Jad.
 
Rasa keingin tahuannya terhadap buku itu pun tak bisa lagi dibendung. Ia pun menanyakan pada kawannnya, "Buku apakah ini?" tanyanya. Temannya pun menjawab, "Ini adalah Alquran, kitab suci umat Isam," ujarnya.
 
Jad tak percaya sekaligus merasa kagum. Jad pun kembali bertanya, "Bagaimana cara menjadi seorang Muslim?"  

Temannya menjawab, "Dengan mengucapkan syahadat dan mengikuti syariat." Kemudian, Jad pun memeluk agama Islam.
 
Setelah menjadi Muslim, Jad mengubah namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani. Nama tersebut diambil sebagai ungkapan penghormatan kepada Al-Qur'an yang begitu istimewa dan mampu menjawab semua permasalahan hidupnya selama ini. 

Sejak itu, Jad memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupya untuk menyebarkan ajaran yang ada pada Alquran.
 
Suatu hari, Jadullah membuka halaman Alquran pemberian Ibrahim dan menemukan sebuah lembaran. Lembaran tersebut bergambar peta dunia, ditandatangani Ibrahim dan bertuliskan ayat An-Nahl 125. 

"Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik..."  Jad pun kemudian yakin bahwa lembaran tersebut merupakan keinginan Ibrahim untuk dilaksanakan oleh Jad.
 
Jadullah pun meninggalkan Eropa dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika. Salah satu negara yang dikunjunginya yakni Kenya, di bagian selatan Sudan dimana mayoritas penduduk negara tersebut beragama Kristen. 

Jadullah berhasil mengislamkan lebih dari enam juta orang dari suku Zolo. Jumlah ini hanya dari satu suku tersebut, belum lagi suku lain yang berhasil dia Islamkan. Masya Allah.

sumber: 
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/12/03/29/m1mo1k-subhanallah-pria-yahudi-ini-mengislamkan-jutaan-orang

Jangan-jangan Aku Tak Kenal


Tak kenal maka tak sayang, banyak orang yang meyakininya begitu. Namun, tidak sedikit pula yang menghianati keyakinannya. Mengaku sayang padahal sesungguhnya tak kenal. Seperti itulah yang aku rasakan sekarang, aku adalah salah-satu dari penghianat-penghianat pepatah tersebut.
Aku punya kekasih, rajin sekali aku menemuinya. Ya katakanlah saja begitu, walaupun aku sendiri tidak yakin apakah aku benar-benar menemuinya. Sebab setiap aku di hadapannya, hati dan pikiranku tidak berada di sana. Aku mengkhawatirkan remeh-temeh kepentingan-kepentinganku sendiri, memikirkan banyak hal selain kekasih yang berada di hadapanku. Selain itu, aku juga tak lama menemuinya, ya sekedar memenuhi kewajiban sebagai seorang kekasih. Oleh karena itu, untuk menenangkan hatinya aku selalu mengucapkan kata-kata gombal, “Hidup-matiku hanya untuk engkau, kekasihku..” Tolong, jangan tanyakan padaku tentang perihal merealisasikan kata-kataku ini.
Begitu juga saat kekasihku mencoba berkomunikasi secara tidak langsung melalui surat yang ia kirimkan, aku selalu malas membacanya. Tapi sebagai kekasih aku harus membacanya, walaupun seringkali tidak serius hingga tidak paham isi suratnya. Maka, jangan tanyakan padaku tentang perihal membalas surat-surat tersebut.
Agar aku dipandang keren oleh teman-teman, aku sering menceritakan keindahan kekasihku. Aku selalu menyebut-nyebut namanya dengan lantang agar semua orang tahu bahwa aku adalah kekasihnya. Dengan begitu aku bisa berbangga hati di hadapan mereka. Ah, lagi-lagi itu semua untuk kepentinganku sendiri! Bagaimana kalau sampai kekasihku kesal atas sikapku ini, serta apa pula yang akan terjadi padaku jika ia meninggalkanku. Jangan sampaikan pertanyaan macam itu padaku, itu membuatku takut.
Ia kekasihku, tapi sepertinya aku tak benar-benar menyayanginya. Jangan-jangan aku tak mengenal kekasihku sendiri. Apa kau mengenal kekasihku? Tolong kenalkan padaku..
sumber: http://amexiology.wordpress.com/2011/08/06/jangan-jangan-aku-tak-kenal/

Sunday, June 3, 2012

....

Langkah-langkah kujalani
Menembus kabut pagi
Diikuti sang mentari
Menuju ke tempat suci
Ketika kubuka, wangi sekali mushala ini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons